Minggu, 26 Juli 2009

MENGENAL KOMUNIS

MENGENAL KOMUNIS

Komunisme adalah sebuah aliran berfikir, berlandaskan kepada atheisme, yaitu tidak percaya kepada tuhan. Yang menjadikan materi sebagai asas segala-galanya, maka sering disebut sebagai materialisme. Ditafsirkannya sejarah berdasarkan pertarungan kelas dan faktor ekonomi. Aliran ini lahir di Jerman dibawah asuhan Marx dan Indirest, maka kemudian disebut sebagai Marxisme. Kemudian menjelma dalam bentuk revolusi di Rusia pada tahun 1917 M, awal berdirinya Uni Sovyet, dengan planning dari gerakan Yahudi. Lalu berkembang melakukan ekspansi dengan tangan besi dan kekerasan. Komunisme selalu menggunakan kekerasan walau kadang dia pakai demokrasi, namun hanya untuk sarana kalau belum memiliki kekuatan
Umat Islam di penjuru dunia banyak terluka dengan ideologi ini, karena jelas menentang tuhan. Dan banyak bangsa-bangsa yang hilang dari peredaran sejarah lantaran ulah aliran ini, terutama di negri-negri komunis, seperti Sovyet, juga Cina dan beberapa negara lain di Afrika. Kalau kita lebih mendalam lagi, siapa tokoh-tokoh mereka? Secara teoritis komunisme itu peletak dasarnya adalah Karl Marx. Dia seorang Yahudi berkebangsaan Jerman. Hidup pada tahun 1818 � 1883 M. Dia seorang cucu Yahudi terkenal bernama Murkoy Marx. Karl Marx adalah seorang yang egoistis, tidak punya prinsip yang jelas, pendendam dan materialistis. Karya-karya yang terkenal antara lain, Manifesto Komunis tahun 1848, Das Kapital 1767. Dalam membuat teorinya Karl Marx dibantu oleh Frederick Angel. Dia hidup 1820 � 1895. Dia yang membantu menyebarkan ajaran komunisme ini dan dialah juga yang membiayai hidup Karl Marx dan keluarganya hingga akhir hayat. Dari teman dekatnya ini (Angel), karya-karya yang ditulis antara lain, Asal Usul Keluarga, Orang-orang Khusus dan Negara, Dualisme Dalam Alam, Sosialisme Khurafat, dan Sosialisme Ilmiah.
Ada tokoh lain, Lenin. Dia yang melakukan revolusi berdarah di Rusia pada tahun 1917 M. Seorang diktator yang amat ditakuti. Tokoh ini berhati kejam, diktator dalam memaksakan pendapatnya dan dendam terhdap umat manusia. Ia lahir 1870 M dan meninggal 1924 M. ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa Lenin asal-usulnya seorang Yahudi, yang kemudian diganti dengan nama Rusia. Ia seorang Yahudi yang kemudian diganti dengan nama Rusia. Ia hampir mirip dengan Trotski. Dan Leninlah yang telah menjabarkan komunisme di dalam praktek nyata. Dia memiliki banyak buku pidato dan brosur, tapi di antara karangan yang sangat penting adalah yang dikenal dengan Bunga Rampai.
Tokoh lain dari gerakan komunisme adalah Yoseph Stalin, 1879 � 1954. Sekretaris partai komunis dan pemimpin tertinggi setelah Lenin. Dia terkenal dengan bengis, kejam, sadis, diktator, dan keras kepala. Dalam menyingkirkan lawan-lawannya dilakukan dengan cara pembantaian, pembunuhan, dan pembuangan. Dalam komunisme, yang tadinya kawan bisa jadi korban itu sudah biasa. Dari perilaku dan sikap membuktikan bahwa ia siap untuk mengorbankan seluruh rakyat demi kepentingan dirinya sendiri. Pernah suatu kali dia diperingatkan oleh istrinya sendiri, namun istrinya dibunuh .
Tokoh lain yang juga terkenal adalah Trotski. Lahir 1879. Dia mati dibunuh tahun 1940 M. Pembunuhan itu diotaki oleh Stalin. Dia juga seorang Yahudi dan mempunyai kedudukan penting di dalam partai. Kemudian dia dipecat dari partai karena dituduh melakukan hal-hal yang melawan kepentingan partai. Partai bagi komunisme adalah tuhan, artinya sesuatu yang wajib ditaati. Itu terjadi pada waktu Stalin berkuasa, karena dia ingin mendapatkan suasana yang pas untuk mengatur pemerintahannya itu. Doktrin-doktrin yang penting supaya kita mengenal komunis harus kita ketahui. Karena komunis ini tidak selalu gerakannya terbuka. Banyak terselubung. Terutama ketika dia masih memiliki kekuatan yang sedikit atau lemah. Jadi untuk mengenal komunisme tidak hanya dilihat dari zhahirnya saja, tapi juga jalan fikirannya. Meskipun seseorang tidak mengaku bahwa dia bukan komunis tapi kalau pikiran-pikirannya, perilakunya komunis, dia adalah seorang komunis. Misalnya doktrin yang penting itu adalah, mereka mengingkari wujud Allah dan segala yang ghaib, karena materialisme itu. Bahwa materi adalah asas segala-galanya. Iman mereka (kalau mau disebut iman) ada tiga; percaya kepada Marx, Lenin dan Stalin, dan mengkufuri tiga; mengkufuri Allah, Agama dan mengingkari hak milik pribadi. Doktrin yang lain, ditafsirkannya sejarah umat manusia dengan pertarungan antara kaum borjuis dan kaum prolitar. Kaum borjuis adalah kaum yang kaya dan prolitar adalah rakyat biasa. Pertarungan itu menurut mereka berakhir dengan kediktatoran kaum prolitar. Diperanginya agama karena diangggap sebagai racun masyarakat dan dianggap sebagai babunya kapitalis. Makanya di Indonesia dulu mereka membuat provokasi bahwa haji-haji adalah kaum borjuis. Karena umumnya mereka adalah orang-orang kaya. Jadi, babunya agama itu dianggap babunya kapitalis. Imperialis dan eksploitasi, atau gerakan-gerakan yang berorientasi pada eksploitasi karena menganggap agama dijadikan sebagai alat untuk mensihir orang, yang kemudian keuntungannya diambil oleh elit agama itu.

Kalau kita perhatikan, sesungguhnya gerakan-gerakan anti Islam atau gerakan anti tauhid itu ujung-ujungnya selalu Yahudi, kenapa? Karena yahudi itu jumlahnya tidak pernah bertambah atau pertambahannya sangat sedikit. Karena Yahudi itu adalah satu kelompok yang merasa ras paling tinggi dan dia selalu eksklusif. Jadi Yahudi itu adalah sebuah agama sekaligus bangsa. Sampai sekarang jumlah yahudi itu + 15 juta. Karena jumlahnya kecil dan mereka ingin survive terus, mereka melakukan gerakan-gerakan terselubung dalam berbagai model. Jadi orang-orang yahudi adalah bangsa yang tertindas dan butuh kepada agamanya untuk mendapatkan hak-haknya yang direbut oleh pihak lain. Padahal mereka itu tertindas sepanjang sejarah dan mereka diaspora karena kelakuannya sendiri. Oleh Syeikh Al Maroghi dalam satu bukunya bangsa yahudi itu adalah bangsa yang memiliki 75 sifat yang terjahat dan superlatif. Bangsa yang paling banyak membunuh nabi, paling banyak memakan riba, paling banyak mengutak-atik wahyu/kitab suci. Satu-satunya kitab suci yang tidak bisa ditakhrif adalah al Qur�an. Oleh karena itu musuh bebuyutan orang Yahudi adalah orang Islam, karena perilaku, karakter dan sejarah yahudi tidak bisa dipalsukan, tidak bisa diubah. Sedangkan di dalam injil, perilaku yahudi itu sudah diobrak-abrik oleh orang yahudi sendiri, sehingga orang nashoro tidak mampu melakukan perlawanan terhadap yahudi meskipun mereka tidak suka terhadap yahudi. Ketika mereka berdiaspora seluruh dunia itu dan dialah suku yang sampai hari kiamat akan survive, itu adalah bukti bahwa Allah SWT memperlihatkan bukti kepada umat manusia tentang kelakuan orang yahudi dengan segala karakternya itu.Bila kita melihat secara sosiologis, bangsa-bangsa atau suku-suku di dunia ini banyak yang hilang. Baik hilang karena tidak bisa bertahan atau berintegrasi dengan kelompok lain menjadi suku baru. Tapi untuk yahudi tidak.
Doktrin komunisme lainnya adalah dalam konteks moral. Dikatakan bahwa moral itu relatif, moral adalah sebuah akibat daripada alat-alat produksi. Doktrin yang lain, diperintahnya rakyat dengan tangan besi dan kekerasan. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk mengaktifkan daya berfikirnya. Negara adalah partai dan partai adalah negara, pemimpin politik pusat yang pertama dalam revolusi Volsfik terdiri dari 4 orang. Semua orang yahudi kecuali satu. Ini menunjukkan sejauh mana keterikatan antara komunisme dengan agama yahudi. Mereka mengatakan bahwa Al Qur�an disusun pada masa pemerintahan Utsman r.a. dan kemudian mengalami beberapa perubahan sampai abad ke-8. Dicapnya bahwa Al Qur�an adalah senjata untuk menebarkan candu bagi masyarakat.
Kaitannya dengan yahudi, komunisme tidak menyembunyikan langkah-langkah dan aktifitas yang dilakukan bersama orang-orang yahudi didalam mencapai tujuan mereka. Seminggu setelah revolusi, semenjak itu pula dikeluarkan sebuah keputusan yang mempunyai dua sisi kepentingan, untuk memenuhi kebutuhan dan hak orang yahudi. Pertama mereka mengatakan memerangi orang yahudi dianggap sama dengan memerangi bangsa kelas tertinggi dan harus dihukum oleh undang-undang, Kedua, pengakuan akan hak-hak orang Yahudi untuk mendirikan negaranya di Palestina. Marx mengatakan, bahwa dirinya telah berhubungan dengan filosof zionis, peletak dasar teori zionisme yaitu Mosehis. Wilayah-wilayah  yang berkembang gerakan komunisme antara lain adalah Sovyet, Cina, Cekoslowakia, Hongaria, Bulgaria, Polandia, Jerman Timur, Rumania, Yugoslavia, Albania dan Kuba. Yang masih kokoh sampai sekarang adalah Kuba, sedangkan di Sovyet dimana komunisme sudah 70 tahun itu sudah rontok. Pertanyaannya sekarang, apakah komunisme saat ini sudah mati? Sebagai sebuah ideologi tentu tidak akan mati.Karena akarnya yahudi, maka berbanding lurus dengan perkembangan ideologi-ideologi lain yang menjadi musuh atau saingannya. Bila ideologi musuhnya (Islam) itu melemah, maka komunisme akan menguat. Sebaliknya, bila Islam berkembang luas maka otomatis komunisme akan melemah.

Kasus 1
Dalam salah satu buku yang menceritakan tentang pemikiran Karl Marx, di sana diuraikan bahwasanya komunisme itu sebenarnya perpaduan antara pemikiran Karl Marx dengan Leninisme. Kemudian pada perkembangannya terpecah dan teori Karl Marx, ada yang moderat, radikal bahkan anarki. Semua berujung pada revolusi itu harus diciptakan atau juga revolusi akan tercipta dengan sendirinya, terjadi secara alami. Bagaimana sesungguhnya karakter pemikiran Karl Marx sehingga kita bisa mengidentifikasi seseorang itu adalah pengikutnya. Apakah kaitannya antara sosialisme dan komunisme.
Tanggapan
Komunisme mempunyai banyak madzhab, karena juga suatu ideologi yang tidak ada sumber tektualnya. Agama Islam saja yang sudah jelas sumber tektualnya, yaitu Al Qur�an dan Sunnah itu bermadzhab-madzhab. Namun dalam Islam secara ilmiah dapat dipahami, metodologinya dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan madzhab komunisme itu lebih karena karakter pemikirnya itu. Jadi terkait dengan karakter dan situasi historis yang menyertainya, dan juga lingkungan sosial. Maka berbeda antara komunisme di Sovyet, Kuba atau Cina. Padahal aslinya sumbernya sama. Namun, yang pasti apapun model ideologi dan model gerakannya semangat mereka adalah semangat materialisme.
Dari sudut agama yang membedakan komunisme dengan kapitalisme adalah akar sejarah lahirnya saja. Kapitalisme berasal dari Eropa yang masih ada nuansa agamanya. Sedangkan materialisme komunisme sudah tidak ada sama sekali. Sosialisme pun beragam. Ada sosialisme yang ekstrim, dekat dengan komunisme. Ada sosialisme yang sekedar sebagai suatu cita-cita bentuk masyarakat yang berkembang di beberapa negara Eropa, seperti negara kesejahteraan. Itu adalah sosialisme yang rasional, yang orientasinya masyarakat luas mendapatkan kesejahteraan tetapi tidak sampai mengesampingkan hak-hak pribadi. Dalam sejarahnya sosialisme dan komunisme belum pernah bisa dipraktekkan. Karena hanya sebagai landasan politik saja. Karena suatu pemikiran/ideologi yang tidak cocok dengan fitrah manusia dia akan hancur dengan sendirinya dari dalam, meskipun mungkin pada suatu zaman diyakini oleh sekelompok orang dan bisa dipraktekkan dengan paksa secara politis, tetapi tidak pernah bisa dipraktekkan secara real.

Kasus 2
Bila dilihat kondisi saat ini, bentuk-bentuk dari komunisme itu secara real tidak akan diterima oleh kalangan masyarakat, muslim khususnya, karena kondisi sejarah yang telah membuktikan. Ada bentuk lain dari komunisme, yaitu sosialisme demokrat. Dimana mereka menggunakan amitarisme demokrasi dalam upaya penanaman komunisme dalam bentuk yang lain. Diantaranya membentuk suatu partai. Karena dengan demikian maka sistem nilai komunisme yang mereka gunakan akan lebih sesuai dengan iklim demokrasi yang ingin dibentuk di Indonesia. Bagaimana pandangan masyarakat Islam khususnya yang ada di kalangan eksekutif atau kalangan yang mempunyai kemampuan untuk memberikan kebijakan dalam pemerintahan dalam melihat itu semua.
Tanggapan
Komunisme di Indonesia sebenarnya karena Islam itu ditolak, tetapi secara de facto ia pernah menjadi kekuatan besar. Masuknya komunisme di Indonesia itu di awal abad-20. Bahkan ada tokohnya itu adalah seorang kyai. Seorang yang menguasai Islam tetapi jadi komunis, mereka tetap sholat karena kaitannya dengan perlawanan terhadap kolonial. Tapi soal cara membebaskan negri ini adalah dengan cara komunis, mungkin karena tidak faham bagaimana cara Islam bisa dilakukan.
Sejarah pertama kali komunisme melakukan pemberontakan tahun 1926, kemudia ditumpas oleh Belanda. 22 tahun kemudian dia muncul kembali. Tahun 1955, pada pemilu ia menjadi satu diantara 4 partai pemenang pemilu. Jadi betapa suburnya komunisme di Indonesia itu karena faktor sosiologis dan ekonomi. Kemudian tahun1965 mereka melakukan pemberontakan dan akhirnya dibubarkan dengan Tap MPRS tahun 1965. Orang mengira komunisme itu sudah hancur tidak akan hidup lagi, tetapi fakta-fakta terakhir, gejala bangkitnya komunisme itu kelihatan dengan jelas. Baik dalam bentuk tulisan (buku) tentang komunisme yang sekarang mulai laris dikalangan mahasiswa. Atau juga, ada indikasi kuat dari banyak pengamatan bahwa salah satu perwujudan munculnya komunis adalah organisasi yang terkenal yang terkenal dengan PRD. PRD ini secara yuridis adalah partai yang sah karena terdaftar sebagai peserta pemilu dengan asas pancasila. Tapi indikasi atau modelnya banyak yang mengatakan bahwa PRD itu adalah salah satu bagian dari gerakan komunis. Misalnya penggunaan slogan dan kata-kata atau model pergerakannya banyak yang sama dengan PKI.,Sikap muslimin dalam hal ini berbeda-beda. Ada yang menolak ada juga yang meyakini. Dilihat dari ketika sidang tahunan, dimana ada satu fraksi yang menginginkan dicabutnya UU No. 25 itu. Ada gerakan-gerakan terbuka dan ada gerakan-gerakan tertutup. Hal tersebut disebabkan karena, pertama, kekuatan mereka terbatas. Kedua, karena ideologi yang busuk itu biasanya disampaikan kepada publik tidak secara keseluruhan, ibarat telur busuk dibungkus kertas emas. Muslimin kadang kurang pandai dalam mengemas bahwa Islam itu bagus.

http://www.hudzaifah.org/Article115.phtml

Komunisme Di Era Refromasi.

Mewaspadai Kuda Troya Komunisme Di Era Refromasi.
(Drs. Markonina Hatisekar dan Drs. Akrin Ijani Abadi, Pustaka sarana kajian
Jkarta Brat, cetakan ke 3 maret 2001, hal 116-118)

Kegagalan G30S/PKI merupakan pukulan yang paling telak bagi sejarah perjuangan kaum komunis di Indonesia.Kehancuran kekuatan militer G30S/PKI Kabur. DN Aidit lari ke Jawa Tengah, Sjam, Pono dan Brigjen Suparjo mundur kebasis camp didaerah perkebunan Pondok Gede. Pada taggal 3 Oktober 1965, Sjam dan Pono menghadap Sudisman untuk memberikan keterangan tentang gagalnya PKI di Kayu Awet, Rawamangun, Jakarta. Setelah mendengar laporan tersebut, Sudisman memerintahkan Pono untuk pergi ke Jawa Tengah untuk melaporkan situasi terahir di Jakarta
kepada DN Aidit.

Pada hari yang sama, DN Aidit di Jawa Tengah telah memerintahkan Pono kembali ke Jakarta membawa instruksi lisan kepada Sudisman dan sepucuk surat kepada Presiden Soekarno. Instruksi kepada Sudisman adalah agar anggota-angota CC PKI yang masih ada di Jakarta melakukan upaya penyelamatan partai dan Nyono dapat mewakili DN. Aidit menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di Bogor pada taggal 8 Oktober 1965. Aidit beralasan, dirinya tidak dapat menghadiri sidang itu karena tidak adanya transportasi ke Bogor dari Jawa Tengah.

Dalam Sidang Paripurna di Bogor tanggal 8 Oktober 1965, Nyono membacakan teks yang intinya menyebutkan bahwa bahwa PKI sama sekali tidak terlibat dalam apa yang disebut gerakan 30 September 1965.Secara rahasia, beberapa pentolan PKI juga mengadakan rapat yang membahas
serangkaian peristiwa terahir setelah serangkaian G30S PKI dan melakukan konsolidasi partai. Pada tanggal 12 Oktober 1965, dirumah Dargo, tokoh PKI Solo, dilakukan rapat gelap antara DN Aidit, Pono dan Munir (anggota PKI yang baru tiba dari Jawa Timur). Dalam rapat itu dikatakan bahwa kegagalan gerakan 30 Sept akan membuka kedok keterlibatan PKI. Keberadaan PKI untuk melakukan perjuangan secara parlementer sudah tidak mungkin dilakukan lagi. Munir melakukan usulan untuk dilakukan gerakan bersenjata, usulan Munir pada prinsipnya disetujui oleh peserta rapat. Aidit menugaskan Ponjo untuk meneliti daerah mana saja yang memungkinkan untuk dijadikan basis PKI guna melaksanakan perjuangan bersenjata, daerah yang diusulkan untuk ditinjau adalah : Merapi, Merbabu serta Kabupaten Boyolali, Semarang dan Klaten.
Belum lagi kegiatan itu direalisasikan, gerakan pasukan RPKAD telah memasuki kota Solo. Walau PKI berusaha melawan, namun pada operasi pembersihan yang dilakukan RPKAD di Boyolali, DN Aidit terbunuh. Kejadian demi kejadian berlangsung dengan amat cepat.Rakyat sudah tidak percaya lagi pada PKI. Rakyat bersama-sama dengan mahasiswa dan militer yang masih setia pada konstitusi negara merapatkan barisan dan bergabung dalam satu front melawan PKI. Pada ahirnya legalisasi PKI sudak tidak mampu dipertahankan oleh pengikutnya.Lewat ketetapan MPRS-RI. NO.XXV/MPRS/1966, PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Bukan itu saja, lewat ketetapan yang sama, paham Komunis dan Marxis-Leninisme dinyatakan haram berada di negara Indonesia.

Aksi G30S/PKI Awal Dari Pelanggaran HAM.

Peristiwa penyiksaan dan pembunuhan sembilan Jenderal pada 1 Oktober 1965 oleh pasukan Cakrabirawa yang menjadi bagian dari pasukan komunis Indonesia (PKI) dan dikenal sebagai Grakan 30 September adalah tanggal pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM ) di Indonesia.
"Orang sekarang bicara pelanggaran HAM , sesungguhnya titik awal dari pelanggaran HAM adalah penyiksaan para jenderal.Itu apa yang kami rasakan, kata putra pahlawan revolusi Mayjen Anumerta Sutijo, Agus Wijoyo, di Jakarta, Senin (23/9).Pernyataan Wakil Ketua MPR itu disampaikan saat penjelasan pers rencana peluncuran buku bertajuk kunang-kunang kebenaran dilangit malam setebal 250 halaman pada tanggal 30 September nanti.Buku tersebut berisi penuturan anak-anak dan keluarga Pahlawan Revolusi tentang kejadian yang disaksikan dan dialami 1 Oktoer dini hari.Penuturan itu terdiri dari keluarga Jenderal Ahmad Yani, Letjen Purnawirawan Soeprapto, Letjen Anumerta S. Parman, Mayjen Anumerta D.I. Penjaitan , Mayjen Anumerta Soetojo Siswomiharjo, Lettu CZI Anumerta Piere Tendean dan Keluarga AH. Nasution.


Mengeluh
Katerin Penjaitan mengeluh, dirinya orang tua yang bisa dihargai pengorbanannya, belakangan mereka seolah-olah dikaburkan, "saya tidak terima.Saya tahu peritiwa itu, karena bukan anak kecil lagi, waktu itu usia saya 17 tahun" katanya.Menurutnya orang tuanya mati secara sadis. "Kita sakit mengingat peristiwa itu, komunis memang sadis," katanya dengan terbata-bata. Sedangkan Amelia yani menyayangkan, para tahanan politik yang keluar dari penjara, enak sekali bicara bagaimana membunuh para jenderal. Mereka tidak merasakan bagaimana rasanya putra-putri yang ditinggalkan. Ia membantah para pasukan Cakrabirawa yang tergabung dalam PKI tidak melakukan penyiksaan, orang tua kita diseret, ditembak, mereka bilang seenaknya, itu bukan penyiksaan tandasnya.Amelia menyatakan siapa lagi yang mau membela para Pahlawan Revolusi kalau
bukan anak-anaknya "Kita tidak pakai bedil, hanya pakai pena, kita menyatakan kudeta, penyiksaan itu terjadi jangan terulang kembali. Putra D.I. Penjaitan mengatakan hal senada, bahwa pasukan PKI sadis, sebagai gambaran, selongsong peluru mencapai 360 biji yang ditemukan diarea
pekarangan rumah seluas 800 meter pada peristiwa penculikan dan penembakan ayahandanya, 1 Oktober 1965, sekitar pukul 03.00-04.00 WIB, selain orang tuanya keponakan ayahnya, Albert Naibab ikut meninggal ditembak dan Viktor Naibab cacat seumur hidup.


Kunang-kunang
Putri Suprapto, Nani Indah Sutojo menyatakan peristiwa yang diangkat tidak berkonotasi politik.
Harapannya dengan mengemukakan pengalaman, mata rantai kekarasan sejarah harus diputus, dibangun mata rantai baru dengan situasi yang damai dan harmonis. Ia menyadari, rekonstruksi peristiwa G30S/PKI berdasakan pengalaman keluarga Pahwalawan Revolusi bukan kesimpulan sejarah, sebab sejarah punya pendekatan, metode aliran tersendiri yang tidak mati, bisa mengungkap hal baru."Itu milik akademisi. Tapi kebenaran yang kami sampaikan adalah realitas
bersama. Kunang-kunang sebagai judul buku bisa jadi dalam kegelapan ada cahaya baru
yang mungkin redup, diganti dengan sejarah lain," tuturnya."Kami tidak bermaksud tetap pada tataran penderitaan, iba, belas kasihan, kami inginkan munculnya harapan baru pada tingkat kearifan sesuai kemampuan yang bisa kami sampaikan, tambahnya"

Mengenang Partisipasi Banser

Mengenang Partisipasi Politik Banser 1965
Menumpas Makar PKI 1 Oktober 1965
Oleh Agus Sunyoto *
_______________________________________________________________

Aksi sepihak yang dilakukan PKI berpuncak pada pembunuhan atas Pelda Sudjono di Bandar Betsy. Dengan menggunakan cangkul, linggis, pentungan, dan kapak sekitar 200 orang BTI membantai perwira itu. Pembantaian terhadap anggota militer itu mendapat reaksi keras dari Letjen A Yani. Tokoh-tokoh PKI yang mendalangi kemudian diproses secara hukum. Namun hal itu makin menambah keberanian PKI dalam melakukan aksi sepihak.    Keberanian PKI dalam melakukan aksi sepihak, ditunjukkan dalam aksi   yang lebih berani yakni menduduki kantor kecamatan Kepung, Kediri. Camat Samadikun dan Mantri Polisi Musin, melarikan diri dan meminta perlindungan Ketua Ansor Kepung yaitu Abdul Wahid. Untuk sementara, kantor kecamatan dipindah ke rumah Abdul Wahid. Dan sehari kemudian, sekitar 1000 orang Banser melakukan serangan ke kantor kecamatan untuk merebutnya dari kekuasaan PKI. Hanya dengan bantuan Gerwani, ratusan PKI yang menguasai kantor itu bisa lolos dari sergapan Banser. PKI juga telah mulai berani membunuh tokoh PNI. Ceritanya, di desa Senowo, Kenocng, Kediri, tokoh PNI bernama Paisun diculik PKI desa Botorejo dan Biro. Keluarganya lapor kepada Ansor. Waktu dicari, mayat Paisun ditemukan di WC dengan dubur ditusuk bambu tembus ke dada. Banser dibantu warga PNI menyerang para penculik. Tokoh-tokoh PKI dari Botorejo dan Biro dibantai. Malah dalang PKI bernama Djamadi, dibantai sekalian karena menjadi penunjuk jalan PKI. Juni 1965, Naim seorang pendekar PKI desa Pagedangan, Turen, malang menantang Banser sambil membanting Al-Qur'an. Naim dibunuh Samad. Mayatnya dibenamkan di sungai.

KUDETA 1 OKTOBER 1965
Tanggal 1 Oktober 1965 mulai pukul 03.30 sampai 05.00, gerakan makar PKI yang dipimpin oleh Letkol Untung menculik para Jenderal AD yang difitnah sebagai anggota Dewan Jenderal. Letjen Ahmad Yani, Brigjen DI Panjaitan, Mayjen Soetoyo, Mayjen Soeprapto, Brigjen S. Parman, dan
Mayjen Haryono MT mereka culik dan bunuh (Puspen AD, 1965: 9-10). Sekalipun aksi itu terjadi 1 Oktober 1965, PKI menamakan aksinya itu dengan nama "Gerakan 30 September". Tanggal 1 Oktober itu juga, Letkol Untung menyatakan bahwa kekuasaan berada di tangan Dewan Revolusi. Untung juga menyatakan kabinet demisioner. Pangkat para jenderal diturunkan sampai setingkat letnan kolonel, dan prajurit yang mendukung Dewan Revolusi dinaikkan pangkat satu sampai dua tingkat. Aksi sepihak Letkol Untung yang menculik para jenderal dan membentuk Dewan Revolusi serta mendemisioner kabinet, jelas merupakan upaya kudeta. Sebab dalam Dewan Revolusi itu tidak terdapat nama Presiden Soekarno. Kabinet yang didemisioner pun adalah kabinet Soekarno. Dan
enderal-jenderal yang diculik pun adalah jenderal-jenderal yang setia pada Soekarno. Bahkan Jenderal A.H. Nasution, adalah jenderal yang pernah ditugasi Soekarno untuk menumpas PKI dalam pemberontakan di Madiun 1948. Menghadapi aksi sepihak Letkol Untung, tanggal 1 Oktober 1965 itu juga PBNU mengeluarkan pernyataan sikap untuk mengutuk gerakan tersebut. Pada 2 Oktober1965, pimpjna muda NU, Subchan Z.E., membentuk Komando Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi Gerakan 30 September disingkat KAP GESTAPU yang mengutuk dan mengganyang aksi kudeta 1 oktober 1965 itu. Tanggal 2 Oktober itu pula Mayjen Sutjipto, Ketua Gabungan V KOTI, mengundang wakil-wakil ormas dan orpol yang setia pada Pancasila ke Mabes KOTI di Jl Merdeka Barat. Rapat kemudian memutuskan untuk secara bulat berdiri di belakang Jenderal Soeharto dan Angkatan Darat (O.G. Roeder, 1987: 48-49). Sementara di Kediri, tanggal 2 Oktober 1965 sudah tersebar pamflet-pamflet yang menyatakan bahwa dalang di balik peristiwa 1 Oktober 1965 adalah PKI.

BENTROK BANSER VS PKI
10 Oktober 1965, sekalipun PKI menyatakan bahwa peristiwa 1 Oktober yang dinamai 'Gerakan 30 September' itu adalah persoalan intern AD dan PKI tidak tahu-menahu, anggota Banser di kabupaten Malang mulai menurunkan papan nama PKI beserta ormas-ormasnya. Hari itu juga, okoh-tokoh PKI di daerah Turen mulai diserang Banser dan dibunuh. Di antara tokoh PKI yang terbunuh saat itu adalah Suwoto, Bowo, dan Kasiadi. Palis, kawan akrab Bowo, karena takut dibunuh Banser malah bunuh diri di kuburan desa Pagedangan. 11 Oktober 1965, Banser beserta santri dari berbagai pesantren di Tulungagung menyerang PKI di kawasan Pabrik Gula Mojopanggung. Sekitar 3 ribu orang PKI yang sudah bersiaga dengan senjata panah, kelewang,
tombak, pedang, clurit, air keras, dan lubang-lubang di dalam rumah, berhasil dilumpuhkan. Tanpa melakukan perlawanan berarti, pasukan PKI itu ditangkapi Banser dan disembelih. Para anggota Banser dan santri yang usianya sekitar 13 - 16 tahun itu, berhasil melumpuhkan para jagoan PKI.
Pada 12 Oktober 1965, sekitar 3 ribu orang anggota Banser mengadakan apel di alun-alun Kediri. Setelah apel usai, mereka bergerak menurunkan papan nama PKI beserta ormas-ormasnya di sepanjang jalan yang mereka lewati. Di markas PKI di desa Burengan, telah siaga sekitar 5 ribu orang PKI dengan bermacam- macam senjata. Iring-iringan Banser yang dipimpin Bintoro, Ubaid dan Nur Rohim itu kemudian dihadang oleh PKI. Terjadi bentrokan berdarah dalam bentuk tawuran
massal. Sekitar 100 orang PKI di sekitar markas itu tewas. Sementara, di pihak Banser tidak satupun jatuh korban. Dalam peristiwa itu, Banser mendapat pujian dari Letkol Soemarsono, komandan Brigif 6 Kediri karena kemenangan mutlak Banser dalam tawuran massal itu. Pada 13 Oktober 1965, sekitar 10 ribu orang PKI di kecamatan Kepung, Kediri, melakukan unjuk kekuatan dalam upacara pemakaman mayat Sikat tokoh PKI setempat yang tewas dalam peristiwa di Burengan. Mereka menyatakan akan membalas kematian para pimpinan mereka. Dan sore hari, dua orang santri dari pondok Kencong yang pulang ke desanya di Dermo, Plosoklaten, dicegat di tengah jalan. Seorang dibunuh. Tubuh dicincang. Seorang dikubur hidup-hidup. Kematian dua orang santri yang masih remaja itu, membuat Banser marah. Tapi mereka belum berani menyerbu ke desa Dermo, karena kedudukan PKI di situ sangat kuat. Akhirnya, Banser setempat meminta bantuan Banser
dari pondok Tebuireng, Jombang. Dengan kekuatan lima truk, Banser
Tebuireng masuk ke desa Dermo. Truk mereka diberi tulisan BTI singkatan dari Banser Tebu Ireng. Rupanya, PKI menduga bahwa BTI itu adalah Barisan Tani Indonesia yang merupakan ormas mereka. Walhasil, bagaikan siasat "kuda Troya", pertahanan PKI di desa Dermo dihancurkan dari dalam. Pertarungan antara Banser dengan PKI yang berakibat fatal bagi Banser adalah di Banyuwangi. Ceritanya, Banser dari Muncar yang umumnya dari suku Madura dikenal amat bersemangat mengganyang PKI. Itu sebabnya, pada 17 Oktober 1965, di bawah pimpinan Mursyid, dengan kekuatan tiga truk mereka menyerang kubu PKI di Karangasem. Di Karangasem, terjadi
bentrok berdarah setelah Banser tertipu dengan makana beracun. Dalam bentrokan itu 93 orang Banser gugur. Sisanya melarikan diri ke arah Jajag dan ke arah Cluring. Ternyata, Banser yang lari ke Cluring dihadang PKI di desa itu. Sekitar 62 orang Banser dibantai dan dimakamkan di tiga lubang dekat kuburan desa. Pada 27 Oktober 1965, pemerintah mengeluarkan seruan agar masing-masing ormas tidak saling membunuh dan melakukan aksi kekerasan. Siapa saja yang melakukan penyerangan sepihak, akan diadili sebagai penjahat. Seruan itu dimanfaatkan oleh PKI. Mereka melaporkan anggota Banser yang telah membunuh keluarga mereka. Dan jadilah hari-hari sesudah 27 Oktober itu penangkapan dan pemburuan aparat keamanan terhadap Banser.

PENUMPASAN PKI
Dalam bulan November-Desember, setelah sejumlah pimpinan PKI seperti Brigjen Supardjo, Letkol Untung, Nyono, Nyoto, dan Aidit diberitakan tertangkap, makin terkuaklah bahwa perancang kudeta 1 Oktober 1965 adalah PKI. Saat-saat itulah pihak ABRI khususnya AD mulai melakukan
pembersihan dan penumpasan terhadap PKI beserta ormas-ormasnya. Dan tangan kanan yang digunakan oleh pihak militer itu adalah "anak didik" mereka sendiri dalam hal ini adalah Banser yang memiliki jumlah anggota puluhan ribu orang. Dalam suatu aksi penangkapan dan penumpasan PKI di Kediri, misalnya, pihak AD hanya menurunkan 21 personil. Sedang Banser yang dilibatkan
mencapai jumlah 20 ribu orang lebih. Dengan jumlah yang besar itu, diadakan operasi yang disebut "Pagar Betis" yakni wilayah kecamatan Kepung dikepung oleh Banser dalam jarak satu meter tiap orang. Dengan cara pagar betis itulah, PKI tidak dapat lolos. Sekitar 6000 orang PKI
tertangkap (kisah lengkap terdapat dalam buku saya berjudul "Banser Berjihad Menumpas PKI" 1996). Penangkapan besar-besaran juga terjadi di Banyuwangi, Blitar, Malang, Tulungagung, Lumajang dan kesemuanya melibatkan Banser. Mengenai keterlibatan Banser dalam menumpas PKI, itu Komandan Kodim Kediri Mayor Chambali (alm) menyatakan bahwa hal itu merupakan strategi ABRI yang ampuh. Sebab di tubuh Banser tidak tersusupi unsur PKI. Sementara
jika dalam penumpasan itu hanya ABRI yang dilibatkan, maka pihak ABRI sendiri belum bisa menentukan siapa lawan dan siapa kawan karena banyaknya anggota ABRI yang dibina PKI.
OPERASI TRISULA
Tahun 1968, ketika PKI sudah dibubarkan dan pengikutnya ditumpas, terjadi aksi-aksi kerusuhan di Blitar Selatan. Aksi- aksi kerusuhan yang berupa perampokan, penganiayaan, penculikan, dan pembunuhan itu selalu mengambil korban warga NU dan PNI. Sejumlah korban yang terbunuh, misalnya, Kiai Maksum dari Plosorejo, Kademangan. Sesudah itu Imam Masjid Dawuhan. Tokoh PNI yang terbunuh adalah Manun dari desa Dawuhan, kemudian Susanto Kepala Sekolah Panggungasri, dan Sastro Kepala Jawatan Penerangan Binangun. Puncaknya, 2 orang anggota Banser yang sedang jaga keamanan di gardu di bunuh. Para pimpinan Ansor Blitar melaporkan kecurigaan mereka kepada Komandan Kodim akan bangkitnya kembali kekuatan PKI di Blitar. Namun laporan itu tak digubris. Akhirnya, mereka menghubungi seorang aktivis Ansor yang menjadi Danrem Madiun yakni Kolonel Kholil Thohir. Oleh Kholil Thohir disiapkan 3 batalyon yaitu 521, 511, dan 527 untuk operasi yang diberi nama sandi "Operasi Blitar Selatan" . Namun
operasi berkekuatan 3 batalyon itu tidak mampu mengatasi gerakan gerilya PKI. Operasi kemudian diambil-alih oleh Kodam VIII/ Brawijaya yang menurunkan 5 batalyon yaitu 521, 511, 527, 513, dan 531 dengan Perintah Operasi No.01/2/1968. Namun operasi dari Kodam inipun kurang efektif. Akhirnya, setelah dievaluasi diadakan operasi besar-besaran dengan melibatkan semua unsur yakni kelima batalyon ditambah unsur-unsur lain termasuk 10 ribu orang hansip dan warga masyarakat
Blitar Selatan. Surat perintah operasi itu bernomor 02/5/1968. Dan penting dicatat bahwa 10 ribu orang Hansip itu adalah anggota Banser yang diberi pakaian Hansip. Dalam operasi terpadu yang diberi nama sandi "Operasi Trisula" itu, sejumlah tokoh PKI berhasil ditewaskan. Di antara mereka itu adalah Ir Surachman dan Oloan Hutapea. Sedang mereka yang tertangkap di antaranya adalah Ruslan Wijayasastra, Tjugito, Rewang, Kapten Kasmidjan, Kapten Sutjiptohadi, Mayor Pratomo, dan beratus-ratus anggota PKI yang lain. Dan salah satu strategi operasi yang paling fektif dalam Operasi Trisula itu adalah "Pagar Betis" yang melibatkan 10.000 orang Banser ditambah warga masyarakat yang kebanyakan juga anggota Banser yang tidak kebagian seragam. Satu ironi mungkin terjadi dalam Operasi Trisula itu, yakni selama operasi itu berlangsung telah ditangkap sejumlah 182 orang anggota Kodam VIII/Brawijaya di antaranya berpangkat perwira yang ikut dalam operasi tersebut (Pusjarah ABRI, 1995, IV-B:101-108). Berdasar uraian singkat ini, dapat disimpulkan bahwa kelahiran Banser tidak terlepas dari peranan ABRI terutama AD dan Brimob yang ikut membidaninya. Itu sebabnya, keberadaan Banser sebagai paramiliter yang digunakan untuk membantu proses penumpasan PKI oleh ABRI memiliki nilai historis yang kuat, di mana semangat antikomunisme yang terkristalisasi dalam doktrin Banser itu dapat dimanfaatkan sewaktu-waktu oleh pihak ABRI jika negara dalam keadaan terancam (habis)

PKI MALAM LEBIH BERBAHAYA: SEBUAH CATATAN

Oleh: Sulangkang Suwalu

Media Dakwah (No 292, Jumadil Akhir 1419 H/Okt 1998 M) memuat beberapa tulisan tentang komunisme, diantaranya "Gerakan Komunisme, PRD dan Forkot","Ini Baunya Adalah Bau PKI", "PKI Sekarang Lebih Berbahaya".
Menarik apa yang dikatakan KH Kholil Ridwan Lc (Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren se Indonesia) melalui wawancaranya dengan Media Dakwah,dengan judul "PKI Sekarang Lebih Berbahaya". Di dalamnya KH Kholil antara lain mengatakan:
"Sebenarnya memang selama ini kita tidak menyadari pada hakikatnya orang-orang komunis itu masih banyak di setiap lini geraknya. Yang istilahnya dulu PKI malam hari. Dimana gerakannya dilakukan secara underground atau bawah tanah, sehingga sulit ditelusuri jejak dan manuver-manuvernya. Gerakan itu kita rasa ada, tapi kita tidak bisa menunjuk hidung siapa dia sebenarnya. Setelah gerakan 30 S, kemudian PKI secara resmi dilarang, keberadaan PKI menjadi tidak jelas. Sebelum 30 S, PKI itu jelas, underbow-nya Pemuda Rakyat, BTI, Lekra dan sebagainya. Kalau dia show of force, ada tantangan buat kita di PII, Banser dan lain-lain. Saya melihat tantangan yang jelas itu, sekarang tidak ada, sehingga kita cenderung pasif. Maka perlu menyadarkan umat Islam bahwa PKI malam itu lebih berbahaya...kan golongan PKI sekarang yang terkadang memakai bendera Islam, kadang pakai jilbab, tapi tahu-tahu dia komunis kiri."
Dengan kata lain KH Kholil Ridwan hendak mengatakan PKI yang legal kurang berbahaya dibandingkan dengan PKI yang underground, yang bekerja di bawah tanah. PKI yang legal gerak-geriknya dapat dilihat mata.

KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI YANG TINGGI

Apa kah fakta lain yang menunjang penilaian KH Kholil tersebut? Dalam Laporan Utama Media Dakwah di atas, antara lain dikatakan, "PKI boleh bubar atau dibubarkan pemerintah Indonesia. Uni Sovyet boleh runtuh dan berkeping-keping menjadi negara kecil. Tapi apakah komunisme sebagai sebuah paham politik, musnah? Jawabnya, tidak!"
Menurut Taufik Abdullah, "Salah satu strategi PKI yang terkenal ampuh mempengaruhi rakyat adalah tampilannya yang 'easy solution' terhadap berbagai persoalan." Artinya, menurut Taufik Abdullah, seakan-akan semua masalah bisa diselesaikan ketika persatuan di bawah pimpinan PKI.
Kata Taufik selanjutnya, "Salah satu keunggulan PKI adalah kemampuan berkomunikasi yang sangat tinggi. Kalau dilihat retorika politik PKI selama 1950-an, kita seakan-akan bertemu dengan PKI yang banyak. Karena di setiap daerah, waktu atau situasi, PKI akan memperkenalkan rumusan yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Satu-satunya landasan ideologis yang ditampilkan adalah penguasaan kata 'rakyat'. Rakyat adalah PKI, PKI adalah rakyat. Selebihnya setiap tokoh lokal bisa mengatakan apa saja. Penguasaan kata seperti itu adalah suatu strategi wacana PKI."
Keunggulan PKI seperti yang disimpulkan Taufik Abdullah tersebut, tentu juga akan dipergunakannya pula di kala bekerja di bawah tanah. Malah mungkin kualitasnya lebih tinggi lagi.

DILARANG, MAKIN DICARI

Tulisan Taufik Ismail yang berjudul "Ini Baunya Adalah Bau PKI", juga menunjang apa yang disimpulkan KH Kholil di atas bahwa PKI malam lebih berbahaya dari PKI legal. Inilah diantaranya yang dikatakan Taufik Ismail:
"Sekitar 6-7 tahun yang lalu," kata Taufik Ismail, "ketika itu masih dalam pemerintahan Orba, di rumah saya ketika itu anak angkat saya menyampaika bahwasannya di kalangan mahasiswa ada kelompok yang mempelajari Marxisme-Leninisme pada malam hari, mulai pukul 11 sampai pukul 1 malam. Dari pukul 8-11 mereka mempelajari bahan-bahan kuliah dan dari pukul 11-1 mereka mempelajari itu (Marxisme). Saya (mulanya) tidak bisa percaya. Waktu itu (kabar itu) adalah cerita yang fantastis, tidak masuk akal. Kemudian saya katakan apa iya, apa mungkin, itu kan dilarang oleh MPR dan dinyatakan sebagai ideologi yang tidak dapat disebar luaskan. Kemudian saya minta itu dibuktikan."
Kira-kira sebulan kemudian, datang lah bukti itu. Datanglah mahasiswa dengan membawa setumpuk diktat yang digunakan oleh kelompok tersebut. Diktat itu isinya adalah Manifesto Komunis dalam bahasa Indonesia terjemahan, kemudian riwayat hidup Mao Tse Tung, sebuah tulisan filsafat yang ditulis oleh Foyerbach. Dialah yang meletakkan dasar filsafat materialisme, kemudian dianut oleh Marx. Yang ketiga adalah bukunya Manipol Usdek, dalam satu tumpukan fotokopi, barangkali generasi keenam. Maksudnya sudah difotokopi, kemudian difotokopi lagi. Sehingga hurufnya sudah putus-putus, susah untuk membacanya. Kemudian baru saya percaya, hal itu terjadi. Tapi apa yang terjadi 4-5 tahun yang lalu itu, betul-betul tidak masuk akal."
"Apa sebabnya mereka membaca dengan tekun? Karena pertama-tama itu adalah ideologi yang dilarang. Karena sesuatu yang dilarang, anak-anak muda ingin tahu mengapa dilarang. Kemudian ingin tahu, membaca dan kemudian mereka mencari kesana kemari dapat lalu baca. Kelompok-kelompok itu kemudian tumbuh dan orang-orang PKI lama yang tidak seluruhnya belum tentu terbasmi itu, membina mereka, ikut dalam diskusi itu, mengarahkan dan seterusnya. Kemudian
saya lihat ini, kalau begini betul, apa yang dikatakan Amien Rais dalam bukunya 'Cakrawala Islam', ideologi yang semacam ini akan bertahan terus, strukturnya boleh diruntuhkan, bangunan organisasinya bisa dinyatakan terlarang, akan tetapi ideologi itu punya kaki yang banyak dan mereka berjalan kemana-mana." Demikian Taufik Ismail.
Ya, fakta yang dikemukakan Taufik Ismail ini menunjukkan kepada kita bahwa makin dilarang penyebaran Marxisme-Leninisme itu, makin dicari-cari dan dipelajari oleh generasi muda. Menurut logikanya, generasi muda tersebut tentu belum tentu akan mencari-cari dan mempelajari buku-huku
Marxisme-Leninisme, sekiranya tidak ada larangan penyebarannya.

ISU KOMUNIS GENERASI KE EMPAT DAN OTB

Karena sulitnya menelusuri jejak manuver-manuver politik PKI yang bekerja di bawah tanah, seperti dikatakan KH Kholil Ridwan di atas, maka Try Sutrisno selaku Pangab pada tanggal 16 November 1992, waktu apel Komandan-komandan Korem dan Kodim se Indonesia mengatakan, "Unsur-unsur komunis generasi keempat telah berusaha mengubah aksinya melalui jalur
konstitusional, yaitu dengan jalan memanfaatkan kelompok-kelompok tertentu melalui isu keterbukaan, demokratisasi, hak azasi manusia, lingkungan hidup, dikotomi sipil dan militer, pri non-pri, depolitisasi ABRI dan berbagai isu kekinian." (Kompas, 17/11)
Komunis generasi keempat yang dimaksud Try Sutrisno ini, tentu bukan kaum komunis yang telah ditahan belasan tahun tanpa proses hukum, tetapi adalah generasi baru komunis, yang lahir sesudah PKI dilarang. Keterangan Try Sutrisno itu mempunyai dua arti. Pertama, sebagai pengakuan bahwa sistem Orde Baru yang kapitalis, yang bersembunyi di belakang Demokrasi Pancasila dan UUD 1945 bukannya telah mematikan PKI, malah telah melahirkan komunis
generasi ke empat.
Ke dua, sebagai peringatan bagi kelompok-kelompok gerakan pro-demokrasi untuk jangan melanjutkan tuntutan keterbukaan, demokratisasi, hak azasi manusia dan sebagai, agar jangan sampai dicap pula sebagai komunis generasi ke empat. Bila peringatan itu tidak digubris oleh gerakan pro-demokrasi, mereka bisa ditindak, seperti ditindaknya PKI.
Yang jelas Try Sutrisno merasa ada gerakan komunis, tetapi tidak bisa menunjuk hidung siapa yang disebut komunis generasi keempat itu.Selanjutnya pada tahun 1995 karena gerakan pro demokrasi bergerak terus, tak mundur akan dicap sebagai komunis generasi keempat, maka Presiden Suharto melalui Haryono Isman meisukan OTB (Organisasi Tanpa Bentuk) yang
dilakukan door to door (dari pintu ke pintu) untuk menjejal mahasiswa dengan ajaran Marxisme.
Masyarakat menolak isu OTB tersebut, karena tak ada dasar, tak sesuai dengan logika umum. Jika organisasi, tentu ada bentukmya. Isu OTB tersebut dianggap hanya sebagai taktik dan intrik penguasa untuk menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat, agar jangan berani-berani mengeluarkan pendapat yang bertentangan dengan pendapat penguasa. Isu OTB pun kemudian
melenyap. Setelah penyerbuan ke Kantor DPP PDI Megawati di Jl Diponegoro 27 Juli 1996, Menko Polkam Susilo Sudarman mengatakan: bila dulu masih bernama OTB, kini telah berbentuk PRD. PRD dianggapnya komunis. Dalam perkembangan di pengadilan, ternyata PRD bukan komunis. PRD kini pun legal. Kenyataan tersebut hanya menunjukkan betapa ngawurnya Susilo Sudarman yang mengatakan seperti itu.
http://www.minihub.org/siarlist/msg01559.html


Tak dapat dipungkiri, musuh utama PKI adalah umat Islam, terutama para kyainya. Kyai dianggap sebagai musuh karena memiliki ribuan pengikut (jamaah) yang setia.
Salah satu unsur umat Islam yang juga paling dibenci PKI adalah Masyumi. Hal ini diungkapkan oleh KH Roqib, salah seorang korban kebiadaban PKI Madiun 1948 yang masih hidup. Kini KH Roqib adalah imam besar Masjid Jami’ Baitussalam Magetan.
Sebagai salah seorang kyai yang juga tokoh Masyumi, Roqib pun menjadi sasaran yang harus dilenyapkan. Dia diculik PKI sekitar pukul 03.00 dini hari pada tanggal 18 September 1948, tak lama setelah PKI merebut kota Madiun. Sebanyak 12 orang anggota PKI berpakaian hitam dengan ikat kepala merah menciduk Roqib di rumah kediamannya di kampung Kauman, Magetan. Dini hari itu juga dia dibawa ke Desa Waringin Agung dan disekap di sebuah rumah warga.
Di sebuah dusun bernama Dadapan yang termasuk dalam wilayah Desa Bangsri Roqib diseret oleh beberapa orang ke sebuah lubang di tengah ladang. Ketika akan disembelih di depan lubang, tiba-tiba Rokib mengingat pelajaran pencak silat yang diperolehnya. Seketika itu dia menghentakkan kakinya dan meloncat lari ke kebun singkong.
Begitu lolos, Rokib bersembunyi diantara rerimbunan semak belukar hingga siang hari. Naas, siang itu pula dia ditemukan kembali oleh anggota PKI yang mengejarnya. Rokib pun tertangkap dan diikat lagi, lalu disiksa sepanjang jalan dari Desa Bangsri hingga pabrik gula Gorang-gareng.
Di pabrik gula Gorang-gareng, Rokib disekap dalam sebuah loji (rumah-rumah besar untuk asrama karyawan). Di dalam loji terdapat banyak kamar dengan berbagai ukuran.
“Ketika saya datang ke loji itu, kamar-kamarnya sudah penuh dengan tawanan. Satu kamar ukuran 3 x 4 meter diisi kurang lebih 40-45 orang. Bersama 17 orang lainnya, saya dimasukkan ke dalam salah satu kamar yang terdapat di ujung loji,” tutur Rokib.
PKI kemudian menembaki loji tempat Rokib dan tawanan lainnya disekap lebih dari satu jam lamanya. Tubuh-tubuh yang terkena peluru langsung terkapar di lantai bersimbah darah. PKI tidak mempedulikan teriakan histeris para korban yang terkena peluru. Mereka terus saja melakukan tembakan. Diantara belasan orang yang ada di dalam loji, hanya Rokib dan Salis, serta seorang tentara bernama Kafrawi, yang selamat.
Menurut guru ngaji ini, setiap habis menembak, pistol yang digunakan PKI itu tidak bisa menembak lagi, tapi harus dikokang dulu. “Saya bisa selamat dari tembakan karena memperhitungkan jeda waktu antara tiap tembakan sambil bersembunyi di bawah jendela. Kalau tanpa pertolongan Allah, tidak mungkin saya selamat,” kata Rokib getir.
Beberapa saat kemudian tentara Siliwangi datang menjebol pintu loji dengan linggis. Suasana sudah mulai sepi karena PKI telah melarikan diri, takut akan kedatangan pasukan Siliwangi. “Ruangan tempat saya disekap itu benar-benar banjir darah. Ketika roboh dijebol dan jatuh ke lantai, pintu itu mengapung di atas genangan darah. Padahal, ketebalannya sekitar 4 cm. Darah yang membanjiri ruangan mencapai mata kaki,” tutur Rokib.
Selain KH Roqib, terdapat beberapa ulama dan pimpinan pesantren di sekitar Magetan dan Madiun yang jadi korban kebiadaban PKI. Diantaranya adalah KH Soelaiman Zuhdi Affandi (Pimpinan Pesantren Ath-Thohirin, Mojopurno), KH Imam Mursjid (Pimpinan Pesantren Sabilil Muttaqin, Takeran), KH Imam Shofwan (Pimpinan Pesantren Thoriqussu’ada, Rejosari Madiun), serta beberapa kyai lainnya.
Pesantren Ath-Thohirin yang diasuh oleh KH Soelaiman Zuhdi Affandi terletak di Desa Selopuro, Magetan. Pesantren yang mengajarkan ilmu thariqat ini sejak zaman penjahan Belanda maupun Jepang, telah menjadi pusat gerakan perlawanan. Di pesantren inilah para generasi muda disiapkan dan dilatih perang oleh Soelaiman. Soelaiman gugur menjadi korban keganasan PKI pada pemberontakan tahun 1948, mayatnya ditemukan di sumur tua Desa Soco.
Menurut R Bustomi Jauhari, cucu KH Soelaiman Zuhdi Affandi yang kini menjadi pimpinan Pesantren Ath-Thohirin, KH Soelaiman tertangkap pada waktu itu karena santrinya sendiri yang menjadi mata-mata PKI.. Kemana pun sang kiai pergi, PKI pasti tahu. “Keluarga besar kami sangat berduka atas kematian kakek. Dari seluruh keluarga kami ada sebelas orang yang dibunuh PKI. Dan kebanyakan mereka adalah kiai,” ujar Bustomi.
Penangkapan KH Soelaiman Affandi terjadi dua hari setelah PKI mengkudeta pemerintahan yang sah, tepatnya pada tanggal 20 September 1948. Ketika itu Soelaiman sedang bertandang ke Desa Kebonagung kemudian diculik.
Setelah ditahan di penjara Magetan selama empat hari, KH Soelaiman beserta tawanan lainnnya, diangkut dengan gerbong kereta lori ke loji Pabrik Gula Rejosari di Gorang-gareng. Dari Gorang-gareng, para tawanan ini kembali diangkut dengan lori menuju Desa Soco dan dihabisi di sana.
Salah seorang menantu KH Soelaiman Affandi bernama Surono yang juga dibawa lori ke Desa Soco termasuk orang yang mengetahui bagaimana kejamnya PKI dalam menyiksa dan membunuh Kiai Soelaiman di sumur tua desa Soco.
Menurut Surono, sebagaimana dituturkan Bustomi, PKI berulang kali menembak Kiai Soelaiman, namun tidak mempan. Begitu pula ketika dibacok pedang, Kiai Soelaiman hanya diam saja, lecet pun tidak. Setelah putus asa, algojo PKI akhirnya membawa Soelaiman ke bibir sumur lalu menendang punggungnya dari belakang. Tubuh Soelaiman yang tinggi besar itu terjerembab di atas lubang sumur yang tidak seberapa lebar.
Anggota PKI kemudian memasukkan tubuh Kyai Soelaiman secara paksa ke dalam sumur. Begitu menimpa dasar sumur, Kiai Soelaiman berteriak lantang menyebut asma Allah, “laa ilaaha illallah, kafir laknatullah,” secara berulang-ulang dengan nada keras. “Teriakan itu membuat PKI kian kalap dan melempari Soelaiman dengan batu,” tutur Surono.
Surono yang akan dibunuh namun ditunda terus karena dianggap paling muda, akhirnya tercecer di barisan belakang. Setelah kelelahan mengeksekusi puluhan orang dalam sumur tua itu, algojo PKI menyerahkan Surono kepada salah seorang anggota PKI yang lain.
Tak dinyana, ternyata anggota PKI yang akan membunuh Surono itu adalah temannya semasa sekolah dulu. Oleh temannya, Surono dibawa ke tempat gelap lalu dilepaskan. Setelah bebas, Surono kembali ke Mojopurno dan melaporkan kejadian yang dia alami kepada keluarga besar KH Soelaiman Affandi.
Salah satu ulama yang juga pimpinan pesantren yang menjadi musuh utama PKI pada waktu itu adalah KH Imam Mursjid, pimpinan Pesantren Sabilil Muttaqin (PSM) Takeran, Magetan. Sebagai pesantren yang berwibawa di kawasan Magetan, tak heran jika PKI, segera mengincar dan menculik pimpinannya bersamaan dengan dideklarasikannya Republik Soviet Indonesia di Madiun.
Selain sebagai pimpinan pesantren, KH Imam Mursjid juga dikenal sebagai imam Thariqah Syatariyah. Selain itu PSM juga menggembleng para santri dengan latihan kanuragan dan spiritual.
Pada 18 September 1948, tepatnya seusai shalat Jumat, KH Imam Mursjid didatangi tokoh-tokoh PKI. Salah seorang tokoh PKI itu bernama Suhud yang mengajak Kiai Mursjid keluar dari mushola kecil di sisi rumah seorang warga pesantren bernama Kamil. Imam Mursjid akan diajak bermusyawarah mengenai Republik Soviet Indonesia. Kepergian KH Imam Mursjid bersama orang-orang PKI itu tentu saja merisaukan warga pesantren. Menurut mereka, Kiai Imam Mursjid tidak akan menurut begitu saja diajak berunding oleh PKI.
Di depan pendapa pesantren, KH Imam Mursjid dinaikkan ke atas mobil. Mobil itu pun melaju meninggalkan PSM diiringi kecemasan para santri dan warga pesantren yang lain. Kepergian KH Mursjid yang begitu mudah itu bukannya tanpa alasan. PSM telah dikepung oleh ratusan tentara PKI. Bisa jadi Kiai Mursjid tidak mau mengorbankan santrinya dan warga pesantren sehingga memilih mau ‘berunding’ dengan PKI.
Ternyata, kepergian Kiai Mursjid itu adalah untuk selama-lamanya, ia tidak pernah kembali lagi ke pesantrennya. Begitu terjadi pembongkaran lubang-lubang pembantaian PKI di sumur Desa Soco maupun di beberapa tempat lainnya, mayat Kiai Mursjid tidak ditemukan.
Dari daftar korban yang dibuat PKI sendiri pun, nama Kiai Mursjid tidak tercantum sebagai korban yang telah dibunuh. Tak heran, jika santri dan warga PSM masih percaya bahwa KH Imam Mursjid masih hidup hingga saat ini, namun entah berada dimana.
Ulama atau pimpinan pesantren yang menjadi korban keganasan PKI di Madiun adalah KH Imam Shofwan, pimpinan Pondok Pesantren Thoriqussu’ada, Desa Selopuro, Kecamatan Kebonsari. Salah seorang putra KH Imam Shofwan bernama KH Muthi’ Shofwan yang kini mengasuh Pesantren Thoriqussu’ada mengungkapkan, ayahnya ditangkap PKI bersama dengan dua orang kakaknya, yakni KH Zubeir dan KH Bawani.
Penangkapan itu terjadi sehari setelah kepulangan Muthi’ Shofwan dari rumah kosnya di Madiun. Sebagai murid salah satu SMP di Madiun, Muthi’ tiap minggu pulang ke Selopuro, biasanya tiap hari Kamis malam Jumat. “Ketika tiba di rumah pada waktu itu, ayah saya (KH Imam Shofwan) beserta dua kakak saya telah ditangkap oleh PKI. Ibu saya bilang bahwa ayahmu pergi dibawa orang naik dokar,” tutur KH Muthi’ mengingat kejadian itu.
Beberapa hari kemudian dia mendengar berita bahwa ayah dan dua kakaknya itu ditahan di desa Cigrok (sekarang Kenongo Mulyo). “Mas Zubeir dan rombongannya sekitar delapanbelas orang, pada malam Jumat itu, telah dibunuh oleh PKI dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur. Karena Mas Zubeir agak sulit dibunuh, maka PKI dengan paksa menceburkannya ke dalam sumur dan menimbunnya dengan batu,” ujar Muthi’.
Pada malam yang sama, ayahnya dan Kiai Bawani serta beberapa tawanan lainnya dibawa ke Takeran. Esoknya, para tawanan ini dipindah lagi ke Pabrik Gula Gorang-gareng lalu dibawa kembali ke Desa Cigrok. Di sebuah sumur tua yang tidak terpakai lagi, KH Imam Shofwan yang saudara kandung KH Soelaiman Affandi itu (pengasuh pesantren Ath-Thohirin, Mojopurno, Magetan) dan Kiai Bawani dibunuh dan dimasukkan ke dalamnya.
Rupanya, ketika dimasukkan ke dalam sumur, KH Imam Shofwan dan Kiai Bawani masih hidup. KH Imam Shofwan bahkan sempat mengumandangkan adzan yang diikuti oleh puteranya. Melihat korbannya masih belum mati di dalam sumur, algojo-algojo PKI tidak peduli. Mereka melempari korban dengan batu lantas menimbunnya dengan jerami dan tanah.
Pada tahun 1963 jenazah para korban kebiadaban PKI yang terkubur di sumur tua Desa Cigrok digali, lalu dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan, Magetan. Jadi sejak tahun 1948 hingga 1963, jenazah para korban PKI masih tertimbun dalam sumur itu.
Menghabisi ulama dan umat Islam memang keinginan kuat PKI, karena ulama dianggap sebagai penghalang berkembangnya ideologi mereka. Komunis sangat anti pada Islam, oleh karena itu jangan dibiarkan bangkit lagi.

Komunis muda

Siapa Bilang Komunis Sudah Mati? Beginilah Cara Komunis Memikat Kaum Muda
Jun 28, '09 6:21 AM
for everyone
Category:
Other

Pikat kaum muda lewat seminar, kaderisasi, forum diskusi, film, hingga tempat tongkrongan mahasiswa, musisi, dan peminum khomr. Tanggal 11 Januari 2009. Bedjo Untung (62 tahun), mantan tahanan politik (tapol) peristiwa G 30 S/PKI, sibuk meladeni tamu di rumahnya di bilangan Kota Tangerang, Banten.Sekitar 25 orang tamu yang datang dari berbagai daerah di Indonesia bergelut dalam rapat tertutup sejak pagi hingga sore hari di rumah Bedjo. Tema rapat hari itu adalah membongkar kebohongan sejarah tahun 1965-1966.Selain dihadiri para bekas tapol peristiwa G 30 S/PKI, rapat terbatas itu juga dihadiri sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM). Para peserta adalah Bedjo Untung, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966 (YPKP); Mantan Letkol (Udara) Heru Atmojo, eks tapol PKI dari Paguyuban Korban Orde Baru; Sumarsih, ketua Jaringan Solidaritas Korban dan Keluarga Korban (JSKK); Casman, mantan anggota pasukan Cakrabirawa, serta para ketua YPKP daerah seperti Palembang (Sumatera Selatan), Semarang, Sulawesi, Bandung, dan Bekasi.

Agenda Rahasia

Dari pertemuan itu, YPKP diketahui mempunyai sejumlah program kerja ke depan. Yakni, mengupayakan pencabutan TAP MPRS No.25/1966 tentang pembubaran PKI dan larangan penyebaran paham komunis/Marxisme- Leninisme, pencabutan pasal 32 dan 33 UUD 1945, serta penelusuran sejarah peristiwa 1965-1966.Bedjo, sang empunya rumah, berbicara panjang lebar tentang pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Orde Baru dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) pimpinan mantan Presiden Soeharto. Lebih jauh, Bedjo bahkan mengklaim jatuhnya rezim Soeharto adalah buah keberhasilan usaha YPKP.Dua pekan kemudian di tempat yang sama, pertemuan kembali digelar. Namun, rapat kali ini hanya dihadiri enam orang. Sumini Martono, mantan anggota Gerwani, ikut urun rembug. Rupanya Polresta Tangerang mencium gelagat tidak beres ini. Polisi segera membubarkan rapat tersebut dengan alasan tidak memiliki izin. "Sungguh sangat tidak masuk akal, dan sungguh sangat berlebihan," ujar Bedjo menanggapi aksi aparat.Gerakan Nasional Patriot Indonesia (GNPI), yang ikut mengintai jalannya pertemuan rahasia ini, menemukan sejumlah dokumen agenda rapat. Di antara agenda tersebut adalah penguatan organisasi, pembahasan internal ideologi komunis, pencabutan TAP MPRS/25 tahun 1966, penolakan Pancasila sebagai dasar negara, serta rencana rapat kerja nasional YPKP yang akan diadakan di Puncak, Jawa Barat, atau di SBSI Center, Cisoka, Tangerang. Ketua Bidang Khusus GNPI, Firos Fauzan, dalam laporan yang ditujukan kepada Kapolri mengatakan, pihaknya telah bekerjasama dengan ketua RT, ketua RW, dan tokoh setempat untuk  menolak rapat yang digelar tanggal 25 Januari 2009 itu. "Hasilnya, rapat tersebut dibubarkan oleh Polres Tangerang," kata Firos yang juga pengurus Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia ini.

Kado Buat Rakyat Indonesia

Sebagai wadah resmi bekas tapol dan keluarga PKI yang terdaftar di Departemen Hukum dan HAM RI, YPKP memang giat menyerukan pelurusan sejarah peristiwa 30 September 1965.Sejak tumbangnya Orde Baru, YPKP bersama sejumlah LSM HAM intens menggelar diskusi untuk menghapus stigma negatif para bekas tapol dan keluarga PKI yang dicap sebagai dalang peristiwa berdarah 30 September 1965 ini. Sasarannya meliputi masyarakat umum, pelajar, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat.  Salah satu caranya melalui pemutaran film dokumenter. Sebuah film berjudul Kado Buat Rakyat Indonesia (KBRI) sudah merekapersiapkan untuk cuci tangan dari persitiwa G 30 S/PKI.  Film tersebut berdurasi sekitar satu jam, berisi kesaksian dan komentar bekas tahanan politik PKI, tokoh HAM, aktivis mahasiswa, bahkan tokoh Islam, tentang peristiwa 1965 yang juga menelan banyak korban dari pihak PKI itu. "Ternyata PKI tidak bersalah," ujar seorang mahasiswa seusai menonton pemutaran film tersebut di sebuah kampus di ibukota. Dalam film ini, PKI memang diposisikan sebagai korban konspirasi rezim militer dan kaum kapitalis lokal yang disokong oleh Amerika Serikat.
Adanya pernyataan tokoh Nahdhatul Ulama, Yusuf Hasyim, dikutip secara tidak utuh dalam film ini. Yusuf dibuat seolah menyesali ribuan anggota PKI yang menjadi korban pembunuhan, tanpa menyinggung peran PKI yang mendalangi pembunuhan enam jenderal dan satu perwira TNI pada masa itu. Selain cukup ampuh menghapus cap negatif tentang PKI, ternyata film ini juga digunakan sebagai alat kaderisasi organisasi-organisasi mahasiswa berhaluan "kiri" yang mengklaim diri mereka sebagai gerakan pro demokrasi. Organisasi mahasiswa itu antara lain Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Front Mahasiwa Nasional (FMN), Serikat Mahasiwa Indonesia (SMI), dan Front Nasional Mahasiwa Resistance (FMNR).Ketua Umum LMND, Lalu Hilman Afriandi, mengatakan hingga saat ini film KBRI masih  digunakan pada program kaderisasi LMND. Selain lewat pemutaran film, rekrutmen kader juga dilakukan secara formal, yaitu melalui forum diskusi, advokasi isu mahasiswa, hingga tongkrongan (kumpulan) mahasiswa. LMND sendiri kerap dicap sebagai gerakan kiri pengusung komunisme. Cap ini dilekatkan karena mereka gemar mengangkat isu-isu revolusi, pertentangan kaum buruh dan petani dengan kapitalisme. Namun, Lalu mengaku tidak menggubris tudingan tersebut. Malah, pria kelahiran Lombok yang cukup fasih menyitir ayat al-Qur`an ini mengatakan, ”komunisme bukan lagi sesuatu yang menakutkan bagi rakyat.”"Stigma-stigma komunis seperti itu sudah lewat lah. Itu kan usaha Orde Baru mematahkan lawan politiknya," ujarnya saat diwawancarai Suara Hidayatullah di kantor pusat LMND di kawasan Tebet, Jakarta, bulan lalu.

Atheis pun Diajarkan

Seorang sumber Suara Hidayatullah, bekas pengurus teras LMND Jakarta, mengatakan, melalui film KBRI mahasiswa diajak membenci penindasan. Tapi, tidak sampai di situ. Selanjutnya, secara berkesinambungan, kader-kader baru akan diajarkan ide-ide kiri melalui program pendidikan internal. Ide-ide kiri tersebut, misalnya, marxisme, sosialisme, komunisme, yang mendasari gerakannya pada filsafat materialisme dialektika historis yang anti Tuhan (atheisme). Mahasiswa yang gemar mabuk-mabukan dan sebagian seniman, menurut sumber tadi,  sangat menggandrungi ideologi Marxisme. Sebab, ideologi ini menjadi dalih untuk lepas dari aturan-aturan agama.
Dalih yang digunakan untuk mengingkari tuhan adalah logika materialisme semata. "Contohnya, Tuhan tidak bisa dibuktikan secara rill, secara materi. Wujud, bentuk, ukuran, dan sifatnya tidak bisa dibuktikan oleh alat indera manusia," ujar sumber yang juga mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini.
Agung, alumnus Universitas Bung Karno Jakarta yang sempat aktif di gerakan kiri, punya cerita lain. Dulu dia pernah ditanya seniornya tentang Tuhan. ”Kalau Allah maha kuasa, bisakah Allah menciptakan batu yang sangat besar, yang Dia sendiri tidak mampu memikulnya?” Agung mengaku sempat terjebak oleh pernyataan itu. Karena pertanyaan itu, ia menjadi tak percaya adanya Tuhan (atheis).
Namun, sekarang dia mengaku bertaubat. Dia sadar bahwa pertanyaan yang dilontarkan senior itu salah. "Pertanyaannya yang salah. Allah subhanahu wata'ala terbebas dari sifat-sifat ketidakmampuan," tukas Agung. Doktrin filsafat materialisme atheis ala Marx bukan hanya diadopsi LMND saja. Hampir setiap gerakan yang mengatasnamakan kiri, sosialis, juga memakainya. Hal ini diakui oleh Thomas Fernando, senior Komite Aksi Rakyat Teritorial (KARAT) kepada Suara Hidayatullah.
"Iya. Saya menyaksikan banyak gerakan kiri  menanamkan ide atheisme Marx kepada kader-kader mereka," ungkap Nando. Meski model gerakan anarki yang dipakainya termasuk kiri, Nando tetap meyakini adanya Tuhan Sang Mahapencipta. Dia sendiri menjalankan shalat dan isterinya pun berjilbab "Anarki cuma cara atau alat pergerakan saja. Bukan sebagai ideologi," katanya. Disinggung tentang filsafat materialisme Marx yang diajarkan di LMND, Lalu, sang ketua umum, tidak menyangkalnya. Menurutnya, organisasi dengan 60 cabang tingkat kota di 21 provinsi yang dipimpinya ini mengajarkan semua aliran besar filsafat, tidak hanya filsafatnya Karl Marx.
Namun,  Lalu mengakui banyak ajaran Marx yang terbukti kebenarannya saat ini.  Teori pertentangan kelas, misalnya. "(Terbukti) pertentangan politik yang terjadi saat ini adalah perang ekonomi antara borjuasi dengan buruh. (Teori) ini cukup bisa dijadikan basis analisa," katanya.
Menurut Lalu, masalah terberat dalam ajaran Marxisme adalah ketika bicara tentang Tuhan. Namun, baginya, masalah atheisme dalam ajaran Marx bukan inti persoalan. Yang penting baginya adalah ajaran Marxisme bisa dipakai untuk membedah persoalan sosial dengan sangat jelas. Dia pun mengaku tetap beragama dan bertuhan. Seorang sumber Suara Hidayatullah mengakui, tidak semua aktivis kiri memahami dan meyakini ajaran atheis Marx.  Tapi biasanya, ketua umum nasional gerakan kiri berpaham atheis. Memang tidak ada paksaan secara absolut kepada kader untuk menjadi penganut anti Tuhan.  "Itu karena mereka tidak berkuasa. Lain hal kalau mereka sudah berkuasa," kata sumber tersebut.  *Riezky Andhika Pradana, Surya Fachrizal /Suara Hidayatullah

Dan masih ada laporan lainnya yang bisa dibaca di Majalah Suara Hidayatulah Edisi Juni 2009 al:

11-12

Insiden Monas Rekayasa Amerika!
  Oleh : Redaksi 10 Jun 2008 - 4:30 pm
  

Satu hari setelah terjadinya Insiden Monas (01 Jun 2008), Kedubes AS di Jakarta langsung bereaksi, mengirimkan fax ke sejumlah media massa (02 Jun 2008). Isinya, mengutuk aksi kekerasan yang dilakukan oleh sebagian anggota FPI terhadap puluhan anggota masyarakat yang menghadiri undangan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (detikcom 03 Jun 2008).

Menurut penilaian Soeripto, anggota Fraksi PKS di DPR, pernyataan Kedubes AS itu sebagai bentuk campur tangan AS dalam masalah dalam negeri (Republika 04 Jun 2008).

Bagi yang paham, pernyataan sikap Kedubes AS tidak hanya ditafsirkan sebagai adanya intervensi, tetapi menunjukkan indikasi adanya keterlibatan AS di dalam insiden Monas.

Artinya, pernyataan sikap itu merupakan bentuk tanggung jawab sang pemberi tugas terhadap anak buahnya yang terluka parah di lapangan Monas. Ini indikasi pertama.

Sebelum menyelenggarakan “aksi damai” tanggal 01 Juni 2008, aktivis AKKBB memasang iklan di beberapa media nasional, antara lain di Kompas edisi 30 Mei 2008 halaman 18, dan sebelumnya di harian Media Indonesia 26 Mei 2008 halaman 13.

Selain berisi ajakan untuk menghadiri apel akbar di Monas (Jakarta), 1 Juni 2008 jam 13-16 WIB, iklan tersebut memuat sejumlah nama (hampir 300-an nama) yang sebagiannya dapat dikenali sering mondar-mandir ke Kedubes AS di Jakarta, bahkan sejak masa Orde Baru, terutama menjelang kejatuhan Soeharto. Bila pada masa Soeharto mereka-mereka ini membawa bendera berbau demokrasi, pada masa reformasi mereka sebelum akhirnya tergabung ke dalam AKKBB, nama-nama itu bisa kita temukan pada iklan anti RUU APP. Orangnya itu-itu juga. Ini indikasi kedua.

Indikasi ketiga, bisa ditemukan pada materi iklan yang halus namun provokatif, seolah-olah benar namun keliru secara mendasar. Selengkapnya sebagai berikut:

    MARI PERTAHANKAN INDONESIA KITA!
Indonesia menjamin tiap warga bebas beragama. Inilah hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi. Ini juga inti dari asas Bhineka Tunggal Ika, yang menjadi sendi ke-Indonesia-an kita. Tapi belakangan ini ada sekelompok orang yang hendak menghapuskan hak asasi itu dan mengancam ke-bhineka-an. Mereka juga menyebarkan kebencian dan ketakutan di masyarakat. Bahkan mereka menggunakan kekerasan, seperti yang terjadi terhadap penganut Ahmadiyah yang sejak 1925 hidup di Indonesia dan berdampingan damai dengan umat lain. Pada akhirnya mereka akan memaksakan rencana mereka untuk mengubah dasar negara Indonesia, Pancasila, mengabaikan konstitusi, dan menghancurkan sendi kebersamaan kita. Kami menyerukan, agar pemerintah, para wakil rakyat, dan para pemegang otoritas hukum, untuk tidak takut kepada tekanan yang membahayakan ke-Indonesia-an itu.

  Marilah kita jaga republik kita.

Marilah kita pertahankan hak-hak asasi kita.

Marilah kita kembalikan persatuan kita.

Jakarta, 10 Mei 2008

ALIANSI KEBANGSAAN untuk KEBEBASAN BERAGAMA dan BERKEYAKINAN


  
Bagi yang terbiasa berkutat di bidang propaganda, materi iklan di atas, mengandung beberapa clue yang mengarah ke pihak ketiga. Sayang sekali penjelasan rinci berkenaan dengan clue tersebut tidak dapat diuraikan di sini.

Selain itu, pada materi iklan itu jelas mengandung berbagai kekeliruan yang mendasar. Pertama, Indonesia memang menjamin setiap warganya bebas menjalankan ajaran agamanya, namun bukan berarti setiap orang bebas membajak agama yang sudah ada.

Kedua, persoalan Ahmadiyah adalah persoalan akidah umat Islam, bukan hak asasi manusia. Bila mau dikaitkan dengan hak asasi, maka justru umat Islam yang hak asasinya dilanggar, karena sebagai warga negara umat Islam berhak mendapatkan ajaran Islam yang murni, berhak menjaga agamanya dari rong-rongan pemalsu agama, termasuk dari kaum anti agama. Oleh AKKBB, dibelokkan menjadi “memaksakan rencana untuk mengubah dasar negara Indonesia, Pancasila, mengabaikan konstitusi, dan menghancurkan sendi kebersamaan…” Artinya, pengusung anti Ahmadiyah dikatakan mau makar. Ini jelas tuduhan keji, finah tanpa dasar. Ini provokasi!

Ketiga, Ahmadiyah Qadiyan (JAI) sudah berada di sini sejak 1925, sedangkan Ahmadiyah Lahore empat tahun kemudian (1929). Di tahun 1936 Bung Karno (calon presiden pertama RI) pernah menuliskan sikapnya terhadap Ahmadiyah. Ia menyatakan, dirinya bukan anggota Ahmadiah, dan mustahil ikut mendirikan cabang Ahmadiah atau menjadi propagandisnya. Pernyataan itu disampaikan Bung Karno sebagai reaksi atas sebuah tulisan yang mengatakan bahwa BK adalah anggota JAI dan turut mendirikan salah satu cabang JAI di Sulawesi.

Di tahun-tahun itu (1925, 1929 dan 1936) belum ada Indonesia, karena proklamasi kemerdekaan RI baru terjadi pada tahun 1945. Di alam kemerdekaan, presiden pertama Republik Indonesia pernah melarang Ahmadiyah. Menurut Ridwan Saidi, pada zaman Bung Karno ada beberapa gerakan yang dilarang termasuk Ahmadiyah.

Apa Kepentingan Amerika Serikat?
  
Sudah jelas, AS ingin Indonesia tetap utuh berupa NKRI yang sekuler, sehingga tetap bisa dihisap sumber daya alamnya.
  
  Namun demikian, AS tidak mau Islam di Indonesia kuat dan bersatu-padu. Jangankan terhadap kelompok Islam yang mengusung penegakkan syari’ah, bahkan terhadap kelompok Islam yang mengusung bid’ah pun, AS enggan membiarkannya kuat dan utuh bersatu.
  
  Kalau Islam pengusung bid’ah ini utuh bersatu dan kuat, bukan mustahil di dalam diri mereka akan tumbuh nasionalisme sempit (ashobiyah), sehingga mendorong mereka mendirikan negara tersendiri di ujung timur pulau Jawa, karena di sanalah “ibukota negara” pengusung bid’ah itu berada. Potensi disintegrasi ini dicegah dengan menciptakan koflik tak berkesudahan di dalam tubuh mereka.

Oleh karena itu, bisa dimengerti bila dari komunitas itu sering timbul perselisihan internal. Bikin partai, pengurus partainya ribut. Kelompok kyainya ribut, ada yang mendukung Ahmadiyah, ada yang menentang. Dulu di tahun 1960-an, sebagian komunitas pengusung bid’ah ini ada yang pro komunis, namun ada pula yang menolak.
  
  Ketika komunisme sedang jaya-jayanya di pelatran politik nasional, di kawasan para pengusung bid’ah ini banyak yang ikut masuk komunis. Namun ketika komunis surut dan cenderung diberangus, dari kalangan mereka pulalah yang paling getol membunuhi pengikut komunis. Seperti jeruk makan jeruk. <<---- gw banget istilahnya -aiN.
  
  Di tahun 1980-an, ada sebagian dari masyarakat pendukung bid’ah ini yang mendesak keluar dari parpol tertentu, namun ada pula yang berkeras bertahan di parpol tersebut. Maka, mereka pun ribut di antara sesamanya.

Mengapa ormas pengusung bid’ah itu ribut terus? Karena antek AS yang kalau jalan harus dituntun itu, masih eksis dan menjiwai ormas itu. Meski pernah terbukti berzinah dan menghina Al-Qur’an, namun karena tipikal pendukungnya yang emosional dan taqlid buta itu, maka keberadaan sang antek terus tegak, kesalahannya sebesar apapun tak tampak, apalagi ditunjang kekuatan adidaya. (AS-aiN)

Musuh Peradaban
Ketika komunisme masih berjaya, terutama di kawasan Rusia dan Cina, maka AS dan umat Islam dunia menjadikannya sebagai musuh bersama. Ketika komunisme sudah tumbang, maka yang kemungkinan terjadi adalah pertempuran dua peradaban: antara Islam dan Barat (Kristen).

Untuk mencegah adanya benturan langsung di antara dua peradaban itu, maka perlu dibangun neo komunisme sebagai bumper. Bila komunisme lama adalah anti imperialisme dan anti kapitalisme, maka neo komunisme karena dilahirkan dari Barat yang kapitalis, jadinya komunis yang pro kapitalis dan pro imperialis. Neo komunisme ini tidak frontal terhadap Islam.

Dalam rangka menciptakan bumper tadi, AS memanfaatkan potensi-potensi yang ada, bahkan menciptakan agen-agen yang berasal dari negara itu sendiri. Misalnya, memberi pendidikan gratis atau dengan beasiswa bagi pemuda-pemudi, sarjana-sarjana dari Indonesia untuk meraih gelar doktor di bidang keagamaan. Dari sini kita bisa temukan sosok seperti Harun Nasution, Mukti Ali, Daoed Joesoef, Syafii Maarif, Nurcholish Madjid, hingga generasinya Ulil bshar Abdalla.

Meski mereka mendalami Islam, namun karena gurunya adalah orang-orang kafir yang menjadikan Islam hanya sebagai ilmu, bukan syariat yang harus diimplementasikan, maka yang terjadi adalah orang-orang yang mengerti Islam namun orientasinya berbeda. Para lulusan Barat ini cenderung menyampaiksan Islam dengan tujuan membingungkan, memurtadkan, membuat orang ragu-ragu, atau bahkan menilai salah ajaran agamanya sendiri.

Dari mereka inilah lahir pemikiran-pemikiran yang berbobot kufur, dan kemudian dimanfaatkan oleh para generasi komunis muda untuk dijadikan landasan bahkan mesiu memerangi Islam. Generasi muda komunis ini tidak sungkan-sungkan masuk ke perguruan tinggi seperti UIN atau IAIN untuk tujuan yang sangat jelas. Maka tidak heran bila dari perguruan tinggi Islam seperti itu lahir jargon-jargon ateisme seperti “Kawasan Bebas Tuhan ” atau “Anjinghu Akbar” dan sebagainya.

Kiprah para generasi muda dan tua neo komunis ini bersinergi dengan para penganut sepilis tentunya amat sangat merepotkan umat Islam yang konsisten dengan perjuangan menegakkan syariat Islam. Karena repot menghadapi para neo komunis dan sepilis ini, maka konsentrasi dan energi umat Islam tidak fokus kepada upaya penegakkan syari’at Islam. Pada saat seperti inilah fungsi penganut neo komnis dan pengusung sepilis sebagai bumper yang mencegah terjadinya benturan peradaban antara Barat yang Kristen dengan Islam.

AS dan Barat pada umumnya, harus terus meghidupkan bumper-bumper tadi, sehingga Islam tidak leluasa menjadi kekuatan alternatif bagi peradaban dunia. Sosok-sosok seperti Syafii Maarif hingga Zuhairi Misrawi (sosok yang lebih muda dari Ulil) akan terus mendapat pasokan berarti hingga eksistensinya terjaga, sampai batas waktu yang tak tertentu.

Penganut neo komunis dan sepilis itu kini bergabung ke dalam AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan). AKKBB sesungguhnya hanyalah sampul yang bagus untuk isi yang buruk.
  
  Mereka menampilkan diri dengan bungkus kebangsaan, padahal menjalankan agenda asing yang anti Islam. Mereka tampil dengan bungkus kebebasan beragama, namun yang mereka musuhi justru umat beragama (Islam) yang konsisten dengan penegakkan syari’ah Islam. Mereka tampil dengan bungkus yang seolah-olah santun, namun terus memprovokasi, memfitnah, menuding-nuding dengan sebutan-sebutan yang menghinakan melalui berbagai tulisan dan pernyataannya (lihat berbagai tulisan di Media Indonesia, Kompas, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, dan berbagai situs seperti The Wahid Institute dan situs JIL).

Bila dari sejumlah hampir 300 nama yang tercantum di dalam iklan AKKBB di berbagai media massa itu diklasifikasikan, setidaknya dapat dibuat penggolongan sebagai berkut:

a. Ada yang tergolong sebagai pengikut dan pelaksana aktif perilaku seks bebas.
b. Ada yang tergolong penganut sepilis (sekularisme, pluralisme dan liberalisme).
c. Ada yang penganut neo komunisme dan anti agama.
d. Ada yang tergolong sebagai pendukung kesesatan.
e. Ada yang tergolong sebagai antek asing dengan berkedok kebangsaan dan hak asasi manusia.

Ketika terjadi insiden Monas 01 Juni 2008, menurut pembuktian FPI dan TPM (Tim Pembela Muslim), AKKBB memulai insiden dengan memprovokasi FPI dan Laskar Islam pimpinan Munarman dengan meledeknya sebagai laskar kafir. Bahkan ada yang memuntahkan peluru dari pistol yang dibawanya, sehingga massa FPI dan Laskar Islam bukannya takut malah berang dan balas menyerang secara fisik.

Dari tabiat AKKBB yang seperti itu, maka tak heran bila sebagian masyarakat mengartikan AKKBB sebagai Aliansi Keluarga Komunis Baru Bersenjata. Oleh karena itu, yang harus dibubarkan pemerintah adalah kelompok seperti ini, yang pura-pura santun namun terus memprovokasi dengan berbagai pernyataan dan tulisan, dalam rangka memancing pihak tertentu untuk melakukan kekerasan.

Irfan S. Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
Eep Ajak MUI Bali Hormati Ulil
 
Pada sebuah acara yang diselenggarakan
MUI (Majelis Ulama Indonesia) Bali, di Hotel NIKKI Denpasar tanggal 19 Oktober
2008 lalu, Bambang Santosa Takmir Masjid Baitul Makmur Denpasar mengajukan
pertanyaan kepada Eep Sefulloh Fatah (ESF), yang namanya ikut berbanjar
bersama-sama sejumlah ratusan penandatangan petisi AKKBB beberapa waktu lalu.
Ketika itu, Bambang bertanya tentang JIL (Jaringan Islam Liberal) dan AKKBB
(Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan).
ESF kala itu menjelaskan, bahwa ia
bukan anggota JIL. Namun, ESF mengakui dirinya ikut
menjadi salah satu penandatangan dari iklan (petisi) AKKBB yang dimuat harian KOMPAS.
Keterlibatannya, karena diajak oleh seseorang. Meski mengaku tidak ikut merumuskan
(materi petisi AKKBB), namun ESF mengakui bahwa ia
terlibat diskusi dan kemudian sepakat dengan tiga gagasan pokok di dalam
deklarasi itu
Gagasan pertama,
konstitusi harus dijaga, karena sekali konstitusi dibiarkan dicederai, maka
setiap orang akan bergantian melanggar konstitusi tanpa perasaan berdosa
apapun. Kedua, kebebasan beragama harus dihargai, sampai kemudian
muncul putusan final tentang satu kelompok agama tertentu –yang dengan atas
nama hukum maupun politik– keputusan final harus dihargai; maka kebebasan
beragama siapapun harus dihargai. Ketiga, tidak dibolehkan
siapapun menggunakan cara-cara kekerasan yang tidak beradab untuk melakukan
tindakan tertentu yang mereka sebut sebagai menegakkan syariat Islam, sementara
pada saat yang sama syariat itu menegaskan betapa kita harus berpolitik dan
bertindak secara dewasa, lebih dewasa dari siapapun sehingga kita disebut
sebagai rahmat bagi semua alam, bagi sekalian alam.
Ketiga gagasan itulah yang disetujui
oleh para penandatangan iklan (petisi) AKKBB. Namun kemudian mengalami
politisasi akibat peristiwa Monas (01 Juni 2008). Menurut ESF, “… peristiwa
Monas itu tidak mewakili saya, peristiwa Monas itu belum mewakili semua
kelompok orang yang menandatangani atas nama pribadi-pribadi… Jadi, politisasi
itulah yang kemudian menyebabkan seolah-olah semua orang yang ikut tanda tangan
adalah mereka yang sepaham dengan mereka yang artikulatif.”
Pasca peristiwa Monas, sejumlah tokoh
dengan mengatasnamakan AKKBB memberikan komentar terhadap aksi pemukulan FPI
pada peristiwa Monas. Menurut ESF “Saya tidak sepaham dengan semua yang mereka
katakan.”
Dari penjelasan ESF di atas,
terkesan adanya manipulasi: sejumlah orang dibuat tertarik dengan ketiga
gagasan di atas, sehingga mau menandatangani petisi AKKBB. Namun, mereka sama
sekali tidak menduga adanya aksi kekerasan sebagaimana terjadi di Monas pada
tanggal 01 Juni 2008 lalu.
Kalau itu yang terjadi,
mengapa orang-orang seperti ESF tidak memprotes anasir AKKBB yang merubah rute,
sehingga berpapasan dengan massa
FPI yang sedang berdemo dengan tema berbeda. Pertanyaan lain, mengapa
orang-orang seperti ESF tidak meng-counter komentar-komentar tokoh AKKBB
seperti –antara lain– Syafi’i Ma’arif yang memberikan kesan begitu negatif
terhadap FPI, seolah-olah kesalahan utama peristiwa Monas adalah akibat FPI dan
Laskar Islam? Padahal, bila korlap AKKBB kala itu mematuhi rute yang telah
disepakati bersama (antara AKKBB dengan pihak kepolisian), niscaya bentrokan
itu tidak akan terjadi.
Mengapa anggota AKKBB
seperti ESF tidak memprotes anggota AKKBB lainnya yang menggunakan kata-kata
kasar untuk dilekatkan kepada Islam, agama ESF sendiri? Sebagaimana diberitakan
Hidayatullah.com, Saidiman korlap aksi AKKBB mendukung Ahmadiyah, mengeluarkan
umpatan, ketika bentrokan terjadi. Ketika itu, Saidiman yang juga merupakan
aktivis komunitas utan kayu itu mengeluarkan sumpah serapahnya, “Dasar
binatang-binatang. Islam anjing, orang Islam anjing…”
Menurut ‘laporan’ Anwar Bachtiar,
selain Guntur Romli, Saidiman termasuk yang babak belur ketika terjadi
bentrokan antara massa
FPI dengan AKKBB di Monas. Ketika peristiwa Monas itu masuk ke tahapan
persidangan, “… Saidiman sepanjang persidangan FPI sejak sidang pertama selalu
melontarkam hinaan terhadap Islam dan FPI,” tulis Anwar Bachtiar pada sebuah
milis.
Ternyata, kebencian
Saidiman kepada Islam diungkapkannya juga di sebuah milis. Saidiman yang juga
ketua Forum Muda Paramadina ini, pada milis tersebut kerap menuturkan keburukan
Islam dan Rasul-Nya. Namun, secara formal ia mengaku masih Islam. Nah, inilah
contoh nyata dari sosok neo-komunis muda yang sedang menyembunyikan identitas
aslinya dengan cara berlindung di balik baju Islam. Seraya terus mengenakan
baju Islam, ia terus menjelek-jelekkan Islam.
ESF juga menyarankan agar
umat Islam tidak perlu menganggap AKKBB atau JIL sebagai bagian pemecah belah
umat, namun lebih baik mereka diajak untuk menguatkan umat.
Karena, menurut ESF, “… tidak mungkin di Indonesia ini umat Islam diperkuat
sambil mengabaikan keragaman yang begitu rupa sudah terbangun, itu namanya
ahistoris dalam istilah ilmu sosial, mengabaikan sejarah, mengabaikan fakta.”
Menurut ESF pula, “Jadi
menurut saya yang terpenting adalah bersikap inklusif
dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan bersikap eksklusif dengan
ketegasan yang kita yakini. Jadi inklusifisme itulah
yang menurut saya yang terpenting.”
Pernyataan ESF justru
yang mengabaikan fakta, bahkan memutar balikkan fakta. Umat Islam tidak pernah
memusuhi AKKBB, karena kenal saja tidak. AKKBB yang merupakan massa
cair, yang datang tiba-tiba, out of the blue, sekonyong-konyong tampil arogan
di berbagai media massa
melalui pemasangan iklan berjudul MARI PERTAHANKAN INDONESIA KITA! Selain
berisi dukungan terhadap Ahmadiyah, iklan AKKBB itu jelas-jelas mengandung
pesan yang provokatif dan insinuatif:
Indonesia
menjamin tiap warga bebas beragama. Inilah hak asasi manusia yang dijamin oleh
konstitusi. Ini juga inti dari asas Bhineka Tunggal Ika, yang menjadi sendi
ke-Indonesia-an kita. Tapi belakangan ini ada sekelompok orang yang hendak
menghapuskan hak asasi itu dan mengancam ke-bhineka-an. Mereka juga menyebarkan
kebencian dan ketakutan di masyarakat. Bahkan mereka menggunakan kekerasan,
seperti yang terjadi terhadap penganut Ahmadiyah yang sejak 1925 hidup di
Indonesia dan berdampingan damai dengan umat lain. Pada akhirnya mereka akan
memaksakan rencana mereka untuk mengubah dasar negara Indonesia,
Pancasila, mengabaikan konstitusi, dan menghancurkan sendi kebersamaan kita.
Kami menyerukan, agar pemerintah, para wakil rakyat, dan para pemegang otoritas
hukum, untuk tidak takut kepada tekanan yang membahayakan ke-Indonesia-an itu.
 
Marilah Kita jaga
republik kita.
Marilah kita
pertahankan hak-hak asasi kita.
Marilah kita
kembalikan persatuan kita.
 
Bagaimana mungkin umat
Islam bisa mengajak mereka menjadi bagian yang layak untuk memperkuat Islam, lha
wong mereka merasa lebih kuat dan menganggap umat Islam lebih lemah dari
mereka. Apalagi,  AKKBB hanyalah massa cair (bukan
institusi yang solid), yang sebagian (besar?) dari mereka yang jumlahnya
ratusan itu mau menandatangani petisi AKKBB setelah melalui tahapan manipulasi.
Sosok AKKBB selain tidak
jelas, juga tidak konsisten. Kalau mereka membela Ahmadiyah dengan dalih
kebebasan beragama dan berkeyakinan, mengapa mereka tidak membela Sandrina
Malakiano yang dilarang tampil membacakan berita di Metro TV, setelah ia
memutuskan berjilbab? Apalagi, kini Sandrina sudah menjadi istri ESF. Bukankah
berjilbab merupakan kebebasan beragama dan berkeyakinan? Di
teve swasta lain, wanita berjilbab tidak dilarang tampil membacakan berita,
sebagaimana terjadi di Metro TV. Padahal, Metro TV
selama ini menjadi media ekspresi para liberalis, sekularis, pluralis,
inklusifis, yang juga pendukung AKKBB. Siapa yang sesungguhnya memulai
permusuhan?
 
Eep Membela Ulil
ESF selain membela AKKBB,
ia juga condong membela Ulil Abshar Abdalla, dedengkot JIL.
Menurut ESF pula, JIL sebetulnya tidak homogen, terdiri dari 3 kelompok.
Kelompok pertama, adalah mereka yang memiliki basis pendidikan
Islam yang kuat, kemudian mengalami liberalisasi pemikiran. Dari liberalisasi
pemikiran itulah yang mendorong mereka berinisiatif untuk melakukan “ijtihad”
yang mereka sebut Islam Liberal.
Ulil menurut ESF, masuk ke dalam
kelompok pertama ini. Oleh karena itu ESF berpendapat, orang seperti Ulil tidak
perlu didemo, jangan pula dibunuh. Tetapi, undanglah dia ke sebuah forum,
sehingga dia bisa menjelaskan kaidah-kaidah fikih yang dia yakini, tentang apa
yang dia katakan dan tulis. Bahkan ESF lebih menginginkan agar orang seperti Ulil
itu disandingkan dengan sosok lain yang menentangnya yang kira-kira tatarannya
serupa. Karena, menurut ESF, “… orang seperti Ulil bisa diajak diskusi dalam
konteks semacam itu. Jadi anda harus menghormati
orang seperti Ulil dalam kapasitasnya,
jangan disamakan dengan dua kelompok yang lain.”
Kelompok kedua,
sebagaimana dijelaskan ESF, adalah mereka yang tidak memiliki basis pendidikan
Islam yang kuat, tetapi mengalami kemajuan yang luar biasa di dalam
liberalisasi pemikiran, sekulerisasi dan seterusnya. Kebetulan, identitasnya
sebagai cendekiawan muslim secara formal sudah terbentuk, sehingga masyarakat
melihatnya bisa masuk ke dalam barisan Jaringan Islam Liberal juga.
Terhadap mereka yang masuk ke dalam
kelompok kedua ini, menurut ESF, jangan ajak mereka berdiskusi tentang Fikih
Islam Liberal, karena mereka tidak menguasai hal itu. Jangan pula ajak mereka
berdiskusi tentang Teologi Islam, karena mereka tidak menguasai hal itu.
Sesungguhnya, yang mereka kuasai adalah pemikiran-pemikiran sekuler, teori-teori
sosial dan konsep-konsep sosial yang kemudian dibumbui sedikit demi sedikit
dengan gagasan-gagasan Islam yang dikenalnya.
Kelompok ketiga, menurut
ESF, adalah anggota Jaringan Islam Liberal yang tidak memiliki persentuhan
apapun dengan Islam dalam pengertian praktek, ritual dan seterusnya. Karena,
keislaman mereka adalah keislaman yang formal (untuk memenuhi kolom identitas
pada KTP), dan betul-betul orang Liberal.
Terhadap kelompok yang ketiga ini,
tidak mungkin diajak diskusi tentang Islam Liberal. Kepada mereka, diskusi yang
cocok adalah tentang Liberalisme pada umumnya. Namun dalam prakteknya, mereka
menggunakan cara pandang Islam Liberal. Begitu penjelasan ESF.
Bila untuk kelompok pertama ESF memberi
contoh pada figur Ulil, namun untuk dua kelompok lainnya dia tidak menyebutkan
contoh yang mewakili kelompok-kelompok tersebut.
Menyudahi penjelasannya
tentang JIL, ESF memberi saran, akan lebih baik dan lebih positif bila kalangan
Islam untuk mengajak berdiskusi dengan orang-orang JIL dari kelompok pertama,
ketimbang dua kelompok lainnya. Karena, “… dari situ kita bisa belajar. Ijtihad
sekalipun salah, kan
sudah berpahala; dan orang seperti inilah justru dihargai melakukan itu.”
Dari penjelasan ESF soal
JIL dan Ulil, kita bisa merasakan ada perubahan ‘paradigma’ pada diri ESF.
Meski bukan anggota JIL, namun ESF nampaknya mendukung Ulil dan JIL. Bahkan ESF
meminta kita untuk menghormati Ulil.
Bagaimana umat Islam mau
menghormati Ulil, sementara Ulil tidak menghormati ulama. Ulil memposisikan
dirinya sebagai mujtahid yang segar sembari memposisikan ulama-ulama saleh
berada dalam kubang kejumudan. Begitu juga dengan umat Islam yang mengikutinya.
Perlu diketahui pula oleh
ESF, pemikiran ‘progresif’ atau ‘pluralis’ atau ‘inklusif’ gaya Ulil, bukan
baru beberapa tahun belakangan ini saja muncul dari para ‘pembaharu’ pemikiran
Islam di Indonesia. Bahkan, gaya
seperti itu, sudah ada sejak awal-awal perkembangan Islam. Ibnu Arabi hanyalah
salah satu contoh di antaranya. Dan pendapat-pendapatnya banyak dikutip oleh orang-orang
seperti Ulil dan orang-orang sebelumnya, seperti Harun Nasution, Mukti Ali,
Nurcholish Madjid, dan sebagainya. Ibnu Arabi bagi mereka adalah seorang
mujathid. Sementara para ulama memvonisnya sebagai kafir, mulhid atau murtad.
Oleh karena itu, tidak
selayaknya ESF memposisikan Ulil sedemikian tinggi, seolah-olah Ulil adalah
‘ulama’ otentik yang pemikiran atau ijtihadnya dapat memberi pencerahan kepada
kita semua termasuk para ulama.
Bisa saja ESF sebagai
sarjana politik begitu terkesima dengan argumen-argumen Ulil, karena ia berada
di ranah yang tidak sepenuhnya dia kuasai. Dari sini, tidak bisa disalahkan
bila ada yang berkesimpulan, bahwa ESF masuk ke dalam kategori kedua, pada
pengelompokkan yang dibuatnya sendiri berkenaan dengan JIL di atas. Meski
secara formal ia tidak (atau belum) menjadi bagian dari JIL, namun sepertinya
ia sudah berada dalam millah yang sama dengan komunitas JIL.
 
Bahaya
ungkapan Eep
Ada ungkapan-ungkapan Eep
yang berbahaya di antaranya:
1.    MUI yang telah berfatwa Juli 2005 tentang
haramnya faham sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua
agama, dan liberalisme) –yang di antara dedengkotnya adalah Ulil— malah Eep
menyarankan agar MUI menghormati Ulil. Ini sama dengan membiarkan MUI pusat
mengeluarkan fatwanya, namun Eep cukup menggerilya MUI daerah seperti yang ia
lakukan terhadap MUI Bali itu.
2.
 Eep menganjurkan bersikap inklusif, dengan
menagatakan: “Jadi menurut saya yang terpenting
adalah bersikap inklusif dengan ketegasan tertentu yang kita yakini, jangan
bersikap eksklusif dengan ketegasan yang kita yakini.” Perkataannya itu
berbahaya, karena inklusivisme itu adalah faham yang
berbahaya bagi Islam. Apa itu inklusivisme? Berikut ini penjelasan dari pihak
mereka sendiri: Yang dikembangkan dalam Islam Liberal adalah
inklusivisme dan pluralisme. Inklusivisme itu menegaskan, kebenaran setiap
agama harus terbuka. Perasaan soliter sebagai penghuni tunggal pulau kebenaran
cukup dihindari oleh faksi inklusif ini. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan
ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan sebaliknya
terdapat  kekeliruan pada agama yang kita
anut. Tapi, paradigma ini tetap tidak kedap kritik. Oleh paradigma pluralis, ia
dianggap membaca agama lain dengan kacamata agamanya sendiri.  Sedang paradigma plural (pluralisme): Setiap
agama adalah jalan keselamatan.
Perbedaan agama satu dengan yang lain, hanyalah masalah teknis, tidak
prinsipil. Pandangan Plural ini tidak hanya berhenti pada sikap terbuka,
melainkan juga sikap paralelisme. Yaitu sikap yang memandang semua agama
sebagai jalan-jalan yang sejajar. Dengan itu, klaim kristianitas bahwa ia
adalah satu-satunya jalan (paradigma eksklusif) atau yang melengkapi jalan yang
lain (paradigma inklusif) harus ditolak demi alasan-alasan teologis dan
fenomenologis (Rahman: 1996). Dari Islam yang tercatat sebagai tokoh pluralis
adalah Gus Dur, Fazlurrahman (guru Nurcholish Madjid, Syafi’I Ma’arif dll di
Chicago Amerika, pen), Masdar F Mas’udi, dan Djohan Effendi. (Abdul Moqsith
Ghazali, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jakarta, Media Indonesia, Jum’at 26
Mei 2000, hal 8). (Lihat Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf, Pluralisme dan
Pemurtadan, Pustaka Al-Kautsar, Jakrta, cetakan pertama, 2001, hal
116-117).  Inklusivisme
itu menganggap ada kebenaran pada agama lain yang tidak kita anut, dan
sebaliknya terdapat  kekeliruan pada
agama yang kita anut. Itu jelas meragukan benarnya Islam, maka di situlah
rusaknya keislaman seseorang ketika sudah meragukan benarnya Islam; berarti dia
telah keluar dari Islam alias murtad. Bagaimana bisa terjadi, MUI Bali ini kok
mengundang orang untuk diangsu (diambil) ilmunya, padahal anjuran darinya
justru mengandung masalah yang sangat berbahaya bagi Islam.
3.
Menganggap
ijtihad itu lanjutan dari liberalisasi, hingga Eep mengatakan: “Dari
libera-lisasi pemikiran itulah yang mendorong mereka berinisiatif untuk
melakukan “ijtihad” yang mereka sebut Islam Liberal.”  Lalu dia tumpangi alasan yang karena
konteksnya adalah memuji orang liberal, maka jelas ungkapan berikutnya ini
adalah ngawur-ngawuran: Ijtihad sekalipun salah, kan
sudah berpahala; dan orang seperti inilah justru dihargai melakukan itu.” Yang
perlu ditanyakan, sebenarnya Eep ini mengerti tentang ijtihad atau tidak? Kalau
tidak, kenapa bicara di hadapan ulama, dan kalau mengerti, kenapa sangat ngawur?  Ijtihad menurut bahasa
adalah berasal dari kata jahada (جهد) yang artinya: mencurahkan
segala kemampuan, atau menanggung beban kesulitan.  Jadi arti ijtihad menurut bahasa adalah
mencurahkan semua kemampuan dalam segala perbuatan.
   Kata
ijtihad ini tidak dipergunakan kecuali pada hal-hal yang mengandung
kesulitan dan memerlukan banyak tenaga. Seperti dalam kalimat:
 إجتهد في حمل حجر الرخا
Dia bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga
untuk mengangkat batu penggilingan.

Kata ijtihad ini tidak boleh dipergunakan seperti pada kalimat:
إجتهد في حمل خردلة
Dia mencurahkan tenaga untuk mengangkat
sebuah biji sawi. [1]

Ijtihad menurut istilah ushul fiqh sebagaimana dikemukakan Imam
As-Syaukani adalah:

بَذْلُ الْوُسْعِ
فِي نِيلِ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ عَمَلِي بِطَرِيقِ الِاسْتِنْبَاطِ
Mencurahkan kemampuan untuk memperoleh hukum
syara’ yang bersifat ‘amali/ praktis dengan jalan istinbath (mengeluarkan/
menyimpulkan hukum).[2]

Definisi itu kemudian dijelaskan oleh As-Syaukani:
a.
Badzlul wus’i  (mencurahkan kemampuan), ini mengecualikan
hukum-hukum yang didapat tanpa pencurahan kemampuan. Sedangkan arti badzlul
wus’i adalah sampai dirinya merasa sudah tidak mampu lagi untuk menambah
usahanya.
b.
Hukum syara’
itu mengecualikan hukum bahasa, akal, dan hukum indera. Oleh karenanya orang
yang mencurahkan kemampuannya dalam bidang hukum (bahasa, akal, dan indera)
tadi tidak disebut mujtahid menurut istilah ushul fiqh.
c.
Demikian pula pencurahan
kemampuan untuk mendapatkan hukum ilmiah tidak disebut ijtihad menurut fuqoha’,
walaupun menurut mutakallimin dinamakan ijtihad.
d.
Dengan jalan istinbath
itu mengecualikan pengambilan hukum dari nash yang dhahir atau menghafal
masalah-masalah, atau menanyakan kepada mufti atau dengan cara menyingkap
masalah-masalahnya dari buku-buku ilmu. Karena hal-hal tersebut walaupun benar
mencurahkan kemampuan menurut segi bahasa, namun tidak benar berijtihad menurut
istilah.
Sebagian ahli ushul
menambah definisi itu dengan kata-kata faqih (seorang ahli fiqh), maka jadinya
“pencurahan kemapuan oleh seorang faqih”. Itu mesti dalam hal ini, karena pencurahan kemampuan oleh yang bukan faqih (ahli fiqh) itu
bukan dinamakan ijtihad menurut istilah.[3]
Apakah mungkin disebut ijtihad, kalau dedengkot JIL (Jaringan
Islam Liberal), Ulil Abshar
Abdalla, dalam wawancara dengan Majalah Gatra mengatakan:
·
“Misalnya,
perlindungan akal diwujudkan dalam
bentuk pelarangan minuman keras (khamar). Jadi, haramnya khamar
ini  bersifat sekunder dan kontekstual.
Karena itu, vodka di Rusia bisa jadi
dihalalkan, karena situasi di daerah itu sangat dingin._ (Gatra.Com,
Majalah Gatra, 21/12 2002).
    Ungkapan Ulil Abshar Abdalla itu merusak
pemahaman Islam. Bukan sekadar beda penafsiran. Karena, hukum Islam hanya
dilakukan secara sekunder dan tergantung situasi. Ini di samping menghalalkan
yang haram, masih pula akan menjadikan rusaknya pemahaman Islam. Hingga akan
bisa orang berkata, berzina di daerah-daerah yang dingin itu bisa dibolehkan,
karena situasi di daerah itu sangat dingin. Betapa rusaknya pemahaman itu.
Apakah ocehan yang merusak pemahaman Islam itu dapat disebut ijtihad? Dan
apakah Ulil dengan ocehannya yang merusak Islam itu malah mendapat pahala satu
seperti dikemukakan Eep?
 
4.    Menyuruh menghormati Ulil berarti menyuruh pula
menghormati para pendahulunya di antaranya Nurcholish Madjid yang mengaku
mengutip Ibnu Arabi yang mengatakan bahwa iblis kelak masuk surga dan surganya
tertinggi. Nurcholish Madjid,
dosen di IAIN Jakarta, pendiri Yayasan Wakaf Paramadina dan rector Universitas
Paramadina Mulya Jakarta. Pada saat naskah ini ditulis (kemudian diterbitkan
jadi buku Hartono Ahmad Jaiz berjudul Ada Pemurtadan di IAIN, 2005), dia
baru saja pulang dari perawatan di rumah sakit di Singapur ke rumah sakit pula
di Pondok Indah Jakarta. Setelah hatinya dicangkok dengan hati orang Cina
Komunis asli negeri Cina Tiongkok di Cina, dia harus dirawat di Singapur.
Pencangkokan hati itu mengharuskan Nurcholish disuntik untuk mengurangi daya
tolak tubuh atas hati cangkokan baru itu. Namun akibatnya kekebalan tubuhnya
harus dikurangi, maka ususnya terkena infeksi, dan harus dirawat di RS
Singapur, selama 6 bulan. Kemudian pulang ke Indonesia bukan pulang ke rumah
tetapi ke rumah sakit pula yaitu di Pondok Indah Jakarta, 17 Februari 2005,
dengan harus selalu pakai masker, dan ditangani 6 dokter spesialis. Nurcholish
Madjid dulu (1970) mencoba mengemukakan gagasan “pembaharuan” dan mengecam
dengan keras konsep  negara Islam sebagai
berikut:    “Dari tinjauan yang lebih
prinsipil, konsep “Negara Islam” adalah suatu distorsi hubungan proporsional
antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang
dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan
yang dimensinya adalah spiritual dan pribadi.”[4]
Pada tahun 1970 Nurcholish Madjid melontarkan gagasan “Pembaharuan Pemikiran
Islam”. Gagasannya itu memperoleh tanggapan dari Abdul Kadir Djaelani, Ismail
Hasan Meutarreum dan Endang Saifuddin Anshari. Sebagai jawaban terhadap
tanggapan itu Madjid mengulangi gagasannya itu dengan judul “Sekali lagi tentang
Sekularisasi”. Kemudian pada tanggal 30 Oktober 1972, Madjid memberikan ceramah
di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dengan judul “Menyegarkan Faham Keagamaan di
Kalangan Umat Islam Indonesia”. Salah satu kekeliruan yang sangat mendasar
dari Nurcholish Madjid ialah pemahamannya tentang istilah “sekularisasi”. Ia
menghubungkan sekularisasi dengan tauhid, sehingga timbul kesan “seolah-olah
Islam memerintahkan sekularisasi dalam arti tauhid”.[5]    Di samping itu Nurcholish mengemukakan bahwa Iblis kelak akan masuk
surga.Ungkapannya yang sangat bertentangan dengan Islam itu ia katakan 23
Januari 1987 di pengajian Paramadina yang ia pimpin di Jakarta. Saat itu ada
pertanyaan dari peserta pengajian, Lukman Hakim, berbunyi: “Salahkah Iblis,
karena dia tidak mau sujud kepada Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah
sujud hanya boleh kepada Allah?” Dr. Nurcholish
Madjid, yang memimpin pengajian itu, menjawab dengan satu kutipan dari pendapat
Ibnu Arabi, dari salah satu majalah yang terbit di Damascus, Syria bahwa: “Iblis kelak akan masuk surga, bahkan di tempat
yang tertinggi karena dia tidak mau sujud kecuali kepada Allah saja, dan inilah
tauhid yang murni.” Nurcholis
juga mengatakan, “Kalau seandainya saudara membaca, dan lebih banyak membaca
mungkin saudara menjadi Ibnu Arabi. Sebab apa? Sebab Ibnu Arabi antara lain
yang mengatakan bahwa kalau ada makhluk Tuhan yang paling tinggi surganya, itu
Iblis. Jadi sebetulnya pertanyaan anda itu permulaan dari satu tingkat iman
yang paling tinggi sekali. Tapi harus membaca banyak.”[6]
 Itulah ungkapan
pembela Iblis. Padahal Iblis jelas kafir, dan yang kafir itu menurut QS
Al-Bayyinah ayat 6 tempatnya di dalam neraka jahannam selama-lamanya.
وَإِذْ قُلْنَا
لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ
وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ(34)  Dan (ingatlah)
ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada
Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan
adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS Al-baqarah: 34).  إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ
هُمْ شَرُّ
الْبَرِيَّةِ(6)  Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli
Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di
dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS Al-Bayyinah/ 98: 6).
(Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN, Pustaka Al-Kautsar,
Jakarta, 2005).
 Iblis jelas kafir, bahkan menyeret manusia
kepada kekafiran. Sedang orang-orang kafir tempatnya di neraka selama-lamanya
menurut Al-Qur’an. Namun Nurcholish malah menganggap iblis kelak akan masuk
surga dan surganya tertinggi. Itu bukan sekadar aneh tetapi sangat menyesatkan
dan menjerumuskan. Namun kenapa orang macam itu dan penerusnya agar dihormati?
 
Eep
dan arus orang liberal
Selama ini ESF memang terlanjur
diposisikan sebagai ‘cendekiawan muslim’ oleh Harian Republika. Namun
realitas politik nampaknya membuat ESF harus merubah positioning,
merubah paradigma, supaya dapat diterima oleh seluruh kalangan, demi karir
politik yang lebih cerah.
Perubahan seperti ini bukan saja
terjadi pada ESF. Sebelumnya, Syafi’i Ma’arif juga melakukan hal yang sama.
Namun ia kehabisan waktu. Perubahan positioning dan paradigmanya menjadi
pluralis terjadi ketika usianya sudah semakin uzur, sehingga tidak memberikan output
yang signifikan. Bila Nurcholish sempat menjadi anggota MPR beberapa periode,
dan Gus Dur pernah menjadi anggota MPR bahkan pernah menjabat sebagai presiden
Indonesia selama dua tahun, maka Syafi’i Ma’arif sama sekali belum pernah
mendapat giliran seperti Nurcholish dan Gus Dur. Ia keburu kedaluwarsa
(expired). Sedangkan, ESF, karena usianya masih relatif ‘belia’ kemungkinan
bernasib seperti Syafi’i Ma’arif memang agak jauh.
Tapi, setidaknya ESF bisa belajar dari
pengalaman Amien Rais. Sosok yang menjadi motor penggerak reformasi, dan
diposisikan sebagai fundamentalis Islam yang berbahaya. Namun dalam perjalanan
waktu, ia merubah positioning dan paradigmanya. Hasilnya? Partai yang
dipimpinnya tidak diterima kalangan luas. Oleh kalangan Islam ia dianggap sudah
menjauh, namun oleh kalangan sekularis-sepilis dan non Muslim, ia diangap masih
terlalu fundamentalis. Akibatnya, positioning Amien Rais ibarat
bergantung di antara langit dan bumi.
 
Dari pengelompokkan yang dipaparkan
ESF, maka semakin mudah dipahami, bahwa Ulil tidak saja telah dijadikan icon
bagi kelompok kedua, yaitu mereka yang cenderung kepada pemikiran sekular,
enggan terhadap agama; juga menjadi sosok yang sangat bermanfaat bagi mereka
yang punya kecenderungan atheis atau penganut neo-komunisme (komunitas JIL dari
kelompok ketiga sebagaimana digambarkan ESF).
Penganut komunisme baru memang tidak
berani tampil apa adanya, karena dengan mudah akan dikenali dan dilibas oleh
kekuatan Islam. Selain merasa aman berada di dalam JIL, para kader komunis baru
ini sebagian lainnya masuk ke perguruan tinggi Islam seperti IAIN atau UIN,
untuk mengacak-acak Islam dari dalam, melakukan pembusukan ideologi dengan
dalih liberalisasi dan pembaharuan pemikiran Islam. Selain masuk ke dalam
Perguruan Tinggi Islam, mereka juga menyusup ke dalam ormas Islam, dengan
tampil sebagai generasi muda Islam yang melawan kejumudan berpikir, mengusung
liberalisme, dan inklusifisme.
Ciri-ciri mereka sebenarnya mudah
dikenali. Yaitu, mereka secara formal ber-KTP Islam namun sehari-harinya selalu
menghujat Islam, bahkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, menista Islam dan
Rasul-Nya. Tulisan-tulisan mereka tersebar di berbagai milis, blog dan
sebagainya, juga bisa didapati di Kompas, Jawa Pos, dan sekutunya. Kalau aparat
keamanan kerap mengatakan agar selalau mewaspadai bahaya laten komunis,
kedengarannya basi dan klise, namun kenyataannya bahaya laten itu masih eksis.
Mereka ada di Utan Kayu, ada di Kompas, ada di Jawa Pos ada di AKKBB, dan
sebagainya.
Mudah-mudahan ESF tidak terlanjur
menjadi bagian dari anasir bahaya laten itu. Semoga saja demikian. (haji/tede
http://www.nahimunkar.com/eep-ajak-mui-bali-hormati-ulil/